Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, mengawali rapat kerja dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Raja Juli Antoni dengan kritik keras terhadap alokasi dana rehabilitasi hutan yang dinilainya sangat tidak memadai.
Anggaran sebesar Rp62.500 per hektare, menurut Alex, tidak mungkin mampu memperbaiki kondisi hutan maupun daerah aliran sungai (DAS) yang rusak akibat aktivitas manusia dan bencana alam.
“Dengan Rp62.500 per hektare, apa yang mau direhabilitasi?” kata Alex, dikutip Jumat (5/12/2025).
Alex menegaskan setelah masa tanggap darurat bencana berakhir, pekerjaan besar yang menanti pemerintah adalah pemulihan kawasan hulu yang menjadi sumber bencana.
Ia mengingatkan bahwa fenomena cuaca ekstrem seperti siklon yang bahkan baru pertama kali terjadi di Indonesia berpotensi kembali muncul dalam beberapa tahun mendatang. Jika hutan tidak dipulihkan, ia menilai pemerintah akan kembali menyalahkan curah hujan, alih-alih melihat akar kerusakan lingkungan.
“Berapa pun biaya rehabilitasi, itu tidak bisa mengganti nyawa saudara-saudara kita yang meninggal. Jadi jangan lagi bicara anggaran. At all cost,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Alex juga mempertanyakan klaim penurunan deforestasi yang disampaikan pemerintah.
Ia menduga bahwa penurunan itu bersifat semu karena kebun kayu monokultur dihitung sebagai pengganti hutan primer. Hal ini menurutnya membuat data terlihat lebih baik dari kondisi sebenarnya.
“Bapak hitung kebun kayu monokultur sebagai ganti hutan primer di hulu sungai, makanya deforestasi terlihat turun,” ujar Alex.
Ia menekankan bahwa kerusakan DAS telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan sehingga wajar jika banjir bandang yang terjadi di banyak daerah berskala luar biasa. Alex bahkan mencontohkan temuan gelondongan kayu di Saniang Baka, Kabupaten Solok, yang diduga kuat berasal dari kawasan Taman Nasional Kerinci, menandakan adanya aktivitas pembalakan liar di wilayah yang seharusnya dilindungi.
Lebih jauh, Alex menyoroti lemahnya penindakan terhadap pelanggaran di kawasan hutan. Kasus-kasus yang selama ini terungkap, menurutnya, hanya sebagian kecil dari kerusakan besar yang terjadi di lapangan.
Ia juga mendesak pemerintah transparan soal aktivitas tambang ilegal yang beroperasi di sepanjang DAS, karena kegiatan tersebut hampir dipastikan berada di kawasan yang seharusnya dilindungi.
“Tambang-tambang itu pasti tidak punya izin, dan itu semua kawasan hutan. Masa tidak dibuka datanya?” tegasnya.
Melalui kritiknya, Alex mendesak pemerintah untuk mengambil langkah lebih tegas, transparan, dan berani dalam upaya pemulihan hutan dan lingkungan. Tanpa perubahan kebijakan yang signifikan, ia mengingatkan bahwa bencana ekologis akan terus berulang dan membahayakan keselamatan masyarakat.

















































































