Ikuti Kami

Anies Tak Serius dan Tak Mampu Tangani Covid-19

Sekelas ibukota Jakarta sudah tidak mempunyai anggaran untuk penanganan bencana di daerahnya.

Anies Tak Serius dan Tak Mampu Tangani Covid-19
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth mengaku tak habis pikir sekelas Ibukota DKI Jakarta tidak mempunyai anggaran untuk bantuan sosial 1,1 juta warga yang terdampak Covid-19.

Baca: TMP DKI Jakarta Gotong Royong Lawan Covid-19

"Saya kaget Ibu Menkeu mengatakan hal itu, sekelas ibukota jakarta sudah tidak mempunyai anggaran untuk penanganan bencana di daerahnya, dan meminta bantuan kepada pemerintah pusat. Kemana anggaran DKI Jakarta yang kemarin dialokasikan untuk penanganan bansos Covid-19 dan buat apa!" kata Kenneth dalam keterangannya, baru-baru ini.

Pemerintah Pusat menalangi bantuan sembako hingga bantuan sosial tunai (bantuan langsung tunai/BLT), khusus masyarakat yang terdampak Covid-19 dan juga rakyat miskin yang ada di Provinsi DKI Jakarta.

Pasalnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengaku tidak memiliki anggaran untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19.

Hal itu dikatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada saat menggelar rapat virtual dengan Komisi XI DPR RI, pada Rabu 6 Mei 2020.

Atas dasar itu, pria yang akrab disapa Kent itu menilai, jika Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan tidak serius dalam menangani Covid-19.

"Artinya Pak Anies tidak serius dan tidak mampu dalam menangani permasalahan Covid-19 di Jakarta," sambung Kent.

Dan saat ini, sambung Kent, Gubernur Anies Baswedan telah mencanangkan program Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB) yang melibatkan stakeholders atau pihak swasta, yang ikut berkontribusi membantu masyarakat dalam meringankan beban ekonomi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Kalau memang program KSBB sudah berjalan sejak diluncurkan pada 29 April lalu, dan sudah banyak menerima bantuan dari beberapa stakeholders, kemana larinya anggaran penanganan Covid-19 untuk warga Jakarta? Atau jangan-jangan Pemprov tidak mau mengeluarkan anggaran untuk penanganan wabah ini?" tanya Kent.

Kent menduga bahwa program KSBB ini dilakukan hanya untuk mengalihkan perhatian masyarakat dalam menutupi kebobrokan dan ketidakbecusan Anies dalam mengelola anggaran untuk penanganan wabah Covid-19.

"Saya menduga jika program KSBB ini hanya digunakan sebagai alat untuk menutupi kebobrokan dan ketidak mampuan gubernur dalam mengelola anggaran dalam penanganan wabah Covid-19 ini, dan sekarang mereka meminta bantuan anggaran kepada pemerintah pusat untuk menangani bansos untuk warga Jakarta. Maksudnya apa ini? Jadi kemana larinya anggaran yang dimiliki Pemprov DKI untuk penanganan Covid-19 ini," sambungnya.

Kent juga meminta program KSBB yang sudah berjalan agar di awasi penggunaan dan pelaksanaanya, jika perlu dilakukan audit.

"Program KSBB harus benar-benar diplototi penggunaan anggaran dan pelaksanaannya, mesti benar-benar di audit," tuturnya.

Kent pun kembali menegaskan, Pemprov DKI Jakarta harus benar-benar membagi rata dan mendistribusikan secara tepat sasaran bansos Covid-19 kepada warga yang berdampak langsung.

Pasalnya, saat ini banyak sekali yang melapor kepada dirinya bahwa banyak warga yang benar-benar tak mampu yang tidak mendapatkan bantuan tersebut.

Ia pun menduga jika polemik yang terjadi dalam penyaluran bansos di Provinsi DKI Jakarta ini disebabkan oleh data yang sudah kadaluwarsa.

Imbasnya, penerima bansos sejak April 2020, dinilai tidak tepat sasaran atau amburadul.

Kent pun mengaku mempunyai data 30 ribu warga yang tidak mendapatkan bansos, padahal ia berhak menerimanya.

"Betulkan cara distribusi dan sistem pembagian bansos kepada warga Jakarta yang membutuhkan. Karena banyak sekali laporan warga kepada saya bahwa banyak yang tidak mendapatkan bansos tersebut, padahal dia berhak mendapatkannya. Saya pegang data, ada 30 ribu warga Jakarta beserta fotokopi KTP dan KK-nya yang tidak mendapatkan bansos ini, statement Gubernur juga enggak sesuai dengan kenyataan dilapangan, terbukti juga banyak sekali warga dari daerah yang mengontrak dan punya KTP DKI tetapi tidak mendapatkan bantuan bansos tersebut," tegas Kent.

Kent menyarankan kepada Pemprov DKI Jakarta dalam menyalurkan Bansos Covid-19, agar merata dan tepat waktu ke semua warga Jakarta yang membutuhkan.

"Alangkah baiknya begini saja, jika warga Jakarta yang sudah mendapatkan bansos dari Pemprov DKI Jakarta, nanti pada saat pembagian dari Presiden atau Kemensos tidak perlu mendapatkan lagi atau dengan sebaliknya. Tapi dengan catatan  harus didata dengan benar dan akurat, itu dengan tujuan agar semua warga Jakarta bisa merasakan bantuan dari pemerintah secara adil di masa pandemi ini," katanya.

Perlu diketahui, berdasarkan data Kementerian Sosial sampai 4 Mei 2020 pukul 14.00 WIB, sudah 757.542 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) atau 79,9 persen dari total sasaran penerima sebanyak 947.126 KPM.

Namun saat proses distribusi bantuan tersebut dilapangan, masih ditemukan tumpang tindih data antara Kemensos dengan Pemprov DKI.

Dampaknya, banyak warga yang membutuhkan justru tidak terdata sebagai penerima bantuan.

Selain itu, Kent juga merasa heran ketika Pemprov DKI Jakarta mengaku tidak memiliki anggaran untuk bansos bagi warga Jakarta.

Baca: Tantri Bararoh Bagikan Sembako ke 500 Janda & Kaum Dhuafa

Namun, mampu menggelontorkan dana untuk membayar commitment fee Formula E di bulan Februari 2020, sebesar Rp200 miliar.

"Kalau memang Pemprov DKI sudah membayar commitment fee Formula E pada bulan Februari kemarin, itu sangat disayangkan dan sangat melukai perasaan warga Jakarta yang terkena langsung dampak Covid 19 ini. Mereka mengaku sudah tak mempunyai anggaran untuk penanganan Covid-19, tapi mampu untuk membayar Rp200 miliar untuk Formula E. Saya minta secara tegas agar menarik kembali uang commitmen fee tersebut," kata Kent.

Oleh karena itu, Kent meminta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menjelaskan secara terbuka terkait dengan pembayaran fee Formula E tersebut yang hingga menelan biaya ratusan miliar.

"Tolong gubernur dan Jakpro selaku pelaksana event Formula E ini harus menjelaskan kepada masyarakat dan kami, apa benar sudah membayar commitmen fee Formula E pada bulan Februari 2020 kemarin? Disaat Pandemi seperti ini tolong jangan bermain-main dengan anggaran, di saat semua daerah secara fokus mengalokasikan anggaran daerahnya untuk penanganan Covid-19, Pemprov DKI malah ngotot memikirkan Formula E," katanya.

Kent pun akan memperjuangkan apa yang menjadi hak warga DKI Jakarta.

Dirinya pun akan melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bareskrim Polri, dan Kejaksaan jika tidak ada kejelasan dari Pemprov DKI Jakarta.

"Jika masih belum ada kejelasan, saya akan laporkan ke KPK, Kejaksaan, dan Bareskrim Polri. lihat saja. Saya akan mati-matian untuk memperjuangkan apa yang sudah menjadi hak rakyat. saya akan pasang badan terkait masalah ini," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Pemprov DKI telah memangkas proyeksi anggaran menjadi Rp47 triliun akibat perekonomian melambat terkena dampak pandemi Covid-19.

Di sisi lain, Pemprov DKI telah membayarkan commitment fee Formula E dengan total Rp560 miliar. 

Informasi pembayaran commitment fee Formula E itu tersebut bisa diakses dari laman dashboard-bpkd.jakarta.go.id.

Rinciannya, pembayaran Rp360 miliar dilakukan pada bulan Desember 2019 untuk gelaran tahun 2020 dan Rp200 miliar pada Februari 2020 untuk tahun 2021.

Dikutip dari Kontan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Gubernur Anies Baswedan tidak punya anggaran untuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) bagi  1,1 juta keluarga penerima manfaat (PKM) di wilayahnya.

Padahal sebelumnya, Anies menyatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sanggup menyokong PKM di wilayah Jakarta.

“Dari Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), DKI Jakarta yang tadinya cover 1,1 juta warganya ternyata mereka tidak punya anggaran dan meminta pemerintah pusat yang cover terhadap 1,1 juta (PKM) DKI, dan sisanya 3,6 juta pemerintah pusat, sekarang semuanya diminta cover oleh pusat,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5/2020).

Untuk itu, Menkeu bilang pemerintah pusat harus meningkatkan alokasi anggaran bansos dengan tambahan limpahan KPM yang tadinya akan dipenuhi oleh Pemprov DKI Jakarta.

Padahal dengan postur anggaran pembiayaan untuk Covid-19 pemerintah sudah menganggarkan Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial.

"Realisasi bansos tersebut artinya sudah makin merata. Kalau benar dari DKI akan dicover pemerintah pusat, harus ada tambahan lagi untuk cover," terang Sri Mulyani.

Menurutnya proses penyaluran bansos sampai dengan pekan ini kepada masyarakat terdampak  pandemi corona di Jabodetabek sudah mencapai 80%. 

"Alokasi di minggu pertama kurang dari 10 % karena persiapan dan logistik. Namun, seiring dengan adanya data dari Kementerian Sosial, implementasi saat ini mendekati 80 %, artinya makin merata," ujar dia.

Sebagai informasi, terdapat 1,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di DKI Jakarta yang akan menerima bantuan yang disalurkan Kementerian Sosial (Kemsos) yang terkena efek Covid-19.

Sementara itu untuk Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi  terdapat 600.000 KPM akan mendapatkan bantuan yang sama.

Jabodetabek memang menjadi sasaran utama penyaluran bansos.

Sebab penyebaran Covid-19 berpusat di wilayah ini.

Terlebih wilayah padat ini sedang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membuat roda ekonomi jadi tersendat.

Quote