Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima menegaskan bahwa kebijakan publik bukan sekadar kewenangan pemerintah, melainkan juga ujian moral dan nurani.
Hal itu ia sampaikan dalam kapasitasnya sebagai pimpinan Komisi II DPR yang memiliki tugas melakukan fungsi pengawasan terhadap pemerintahan dalam negeri.
“Kawan-kawan dan saudara saya sekalian, sebagai Wakil Rakyat khususnya, saya juga di pimpinan Komisi II DPR RI yang mempunyai tugas juga melakukan fungsi-fungsi pengawasan untuk pemerintahan dalam negeri, saya ingin menegaskan. Kebijakan publik bukan hanya soal kewenangan. Kebijakan publik adalah ujian moral dan nurani,” kata Aria Bima, dikutip pada Selasa (2/9/2025).
Ia menekankan bahwa pemerintah daerah memang memiliki hak untuk mengatur fiskal yang diberikan melalui mandat pemilihan langsung, namun mandat itu harus dijalankan dengan perhitungan yang matang.
“Ya, pemerintah daerah memang memiliki hak untuk mengatur fiskal dan itu diberikan lewat mandat pemilihan langsung. Tapi kekuasaan yang berasal dari rakyat itu mada dijalankan dengan perhitungan yang matang. Matang untuk siapa? Matang untuk kepentingan rakyat yang memberikan mandat kepada kepala daerah,” jelasnya.
Aria Bima juga menyoroti pentingnya transparansi dan komunikasi yang tulus dalam setiap kebijakan, terutama menyangkut beban fiskal kepada rakyat.
“Perlu adanya transparansi yang jernih dan komunikasi yang tulus sebenarnya. Uang yang akan kita bumut, uang yang akan kita bebankan kepada rakyat itu perlu disosialisasikan dengan cara yang tulus. Jangan kebijakan yang dirasa tiba-tiba dan tidak dimengerti rakyat sebab akibatnya tanpa sosialisasi. Menurut saya adalah bom waktu yang merentahkan kepercayaan pemimpin oleh rakyatnya,” ungkapnya.
Ia menambahkan, seorang kepala daerah tidak seharusnya menantang rakyatnya karena hal itu bukan cerminan ketegasan, melainkan hilangnya empati seorang pemimpin.
“Dan satu hal lagi, ketika seorang kepala daerah berkata dengan mada menantang rakyatnya, itu bukanlah tanda ketegasan. Itu tanda bahwa pemimpin itu kehilangan empati,” pungkasnya.