Ikuti Kami

Basarah: Kampanye Khilafah Bentuk Pelanggaran Hukum!

Ahmad Basarah mengeaskan aksi tersebut bersifat merongrong wibawa Negara Pancasila. 

Basarah: Kampanye Khilafah Bentuk Pelanggaran Hukum!
Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah menegaskan konvoi rombongan pemotor yang mengkampanyekan kebangkitan sistem bernegara model khilafah merupakan bentuk pelanggaran atas hukum yang berlaku.

Bahkan aksi tersebut bersifat merongrong wibawa Negara Pancasila. 

Untuk itu Basarah meminta aparatur negara melakukan langkah persuasif dan penegakan hukum yang efektif atas pelanggaran dimaksud. 

‘’Saya katakan ini pelanggaran hukum karena UU No. 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU No. 17 Tahun 20013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU tegas menyebutkan tidak hanya Ormas, tetapi juga orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Dimana terdapat ancaman sanksi pidana bagi setiap orang yang melanggar larangan tersebut yaitu sebagaimana diatur di Pasal 82A ayat (2) yaitu ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun,’’ kata Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (31/5).

Baca: Kampanyekan Khilafah? My Esti: Hukum Jawabannya!

Menurut Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini, ketentuan dalam UU telah dinyatakan sah berlaku oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 2/PUU-XVI/2018 yang menolak permohonan pembatalan UU tersebut. 

"Artinya ketentuan dalam UU ini dapat diterapkan/digunakan oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum dalam hal terdapat orang, sekelompok orang atau Ormas yang melanggarnya,’’ tegas Basarah. 

Doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini menjelaskan, mengenai keputusan hukum bahwa sistem bernegara model khilafah termasuk kategori ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila telah dinyatakan dalam putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan Kasasi ‭Nomor ‭ ‬27K/TUN/2019 ‬tanggal 14 ‭ ‬Februari ‭ ‬2019,  MA menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 211/G/2017 ‭pada 7 Mei 2018 ‬yang memutuskan mengesahkan Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Kementerian Hukum dan HAM. 

Dengan demikian, tegas Basarah, melalui putusan pengadilan tersebut dinyatakan upaya mendirikan negara khilafah tanpa adanya demokrasi dan pemilu adalah perbuatan yang ‭ ‬bertentangan ‬dengan ‭Pancasila. 

‭Aksi ‭dan ‭pemikiran ‭seperti ‭itu ‭pun ‭ ‬tidak ‭sesuai ‬dengan konsep nasionalisme seperti termaktub di sila ketiga Pancasila. 

‘’Pertimbangan lainnya dalam putusan pengadilan tersebut adalah kegiatan-kegiatan menyebarluaskan ‬ajaran ‭atau ‭ ‬paham khilafah ‭arah ‬dan ‭ ‬jangkauan ‭akhirnya adalah ‭ ‬bertujuan ‬mengganti Pancasila dan UUD Tahun 1945 serta mengubah NKRI menjadi negara khilafah,’’ jelas Dosen Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia ini. 

Basarah menambahkan, dengan telah jelas dan terangnya aturan hukum di Indonesia perihal larangan penyebaran paham khilafah, hendaknya segenap warga negara Indonesia memahami sekaligus mematuhinya. 

"Dalam hal masih ada warga negara baik pribadi maupun kelompok yang melakukan tindakan penyebaran paham khilafah maka hendaknya aparatur negara bertindak tegas, sama halnya dengan ketika ada warga negara yang menyebarkan paham ateisme, komunisme/marxisme-leninisme yang juga jelas-jelas dinyatakan bertentangan dengan Pancasila,’’ jelasnya. 

Menurut Ketua DPP PDI Perjuangan itu, aparat penegak hukum sebaiknya jangan hanya melakukan pendekatan persuasif sebagaimana yang diterangkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan, tetapi juga perlu mengombinasikannya dengan langkah-langkah hukum yang bersifat efektif. 

Baca: Bung Karno Sudah Menolak Khilafah Sejak Lama

Apalagi BNPT sendiri telah mengumumkan bahwa konvoi khilafah tersebut diduga  dilakukan oleh sebuah organisasi atau kelompok yang sejatinya memiliki visi dan ideologi yang sama dengan HTI yang telah dibubarkan dan dilarang oleh negara beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua Lakpesdam PBNU itu bahkan menandaskan, gerakan tersebut juga telah bersifat "kudeta merangkak konstitusional". Mereka di satu sisi memanfaatkan sistem demokrasi berupa hak konstitusional warga negara untuk berkumpul, berserikat, mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sebagaimana ketentuan UUD NRI 1945. 

Akan tetapi di sisi lain, penggunaan hak konstitusional tersebut justru mereka pakai untuk merongrong dan menghancurkan negara Pancasila, dengan cara melakukan berbagai aksi propaganda secara terstruktur, sistematis dan masif  untuk merusak cara pandang dan kesetiaan masyarakat Indonesia terhadap sistem negara Pancasila. 

‘’Tentu dengan aksi itu mereka berharap akan banyak masyarakat kita yang akan mendukung cita-cita ideologis mereka untuk mendirikan negara khilafah di masa yang akan datang,’’ pungkas Ketua Dewan Pertimbangan Pusat GMFKPPI.

Quote