Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mempertimbangkan menjadikan Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai pahlawan nasional.
Bonnie yang juga dikenal sebagai sejarawan itu menilai Soeharto kurang layak untuk masuk dalam kriteria mendapatkan gelar pahlawan nasional. Menurut Bonnie, pahlawan sejati bukanlah dia yang membawa dampak kesengsaraan begitu banyak.
"Bukanlah dia yang pernah membungkam suara-suara kritis dari aktivis dari mahasiswa. Bukanlah dia yang merepresi kebebasan berekspresi dan bukanlah dia yang banyak melakukan pelanggaran serta kekerasan terhadap warganya sendiri terhadap rakyat Indonesia," kata Bonnie dalam diskusi bertema "Mencari Pahlawan Sejati" di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Banten, Rabu (5/11).
Baca: Ganjar Ajak Kader Banteng NTB Selalu Introspeksi Diri
Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan seorang pahlawan seharusnya tidak pernah mendatangkan duka untuk rakyatnya.
"Dan bukan dia yang menyebabkan puluhan seratusan ribu orang hilang tidak hanya kehilangan nyawa tetapi juga kehilangan hartanya," tegasnya.
Menyikapi usulan gelar pahlawan untuk Soeharto, Bonnie mengingatkan fakta sejarah masa lalu.
"Dulu, partai cuma ada 3 disederhanakan. Partai cuma 3. Maka, reformasi merumuskan satu pemikiran bersama, boleh dong orang bikin partai lebih banyak," katanya.
Baca: Ganjar Pranowo Tekankan Pentingnya Kritik
"Kemudian kebebasan berekspresi. Kalian sekarang mau ngomong apa saja di media sosial, diperbolehkan. Dulu memang tidak ada media sosial. Tetapi kalau kritik, dianggap kritiknya supersif, mengganggu, dan ketafsiran penguasa, dia bisa ditangkap, bahkan hilang. Itu fakta sejarah," lanjut Bonnie.
Bonnie menambahkan Soeharto ini tokoh bangsa sekaligus pelaku sejarah. Namun, jika melihat pertimbangan dari undang-undang dan peraturan, maka selayaknya memang dipertimbangkan. Bonnie mengusulkan agar penilaian diserahkan kepada generasi penerus.
"Jadi, kalau menurut khidmat saya, mari kita berikan tugas untuk mencari pahlawan sejati ini kepada generasi menerus yang mungkin lahirnya setelah masa itu. Sehingga lebih berjarak melihat masa itu, masa di mana saya tumbuh, lebih objektif, dan lebih punya kemampuan untuk menentukan mana yang pahlawan sejati dan mana yang bukan," ujarnya
















































































