Ikuti Kami

Ceramah GoFood Haram, Budiman: Tolak Kelompok Totaliter!

Layanan pengantar makanan dari Gojek itu disebut sang ustadz haram karena dibeli dari uang riba.

Ceramah GoFood Haram, Budiman: Tolak Kelompok Totaliter!
Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko.

Jakarta, Gesuri.id - Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko menanggapi ceramah seorang ustadz yang viral di media sosial baru-baru ini.

Ceramah ustadz itu viral karena mengharamkan jasa layanan GoFood. Layanan pengantar makanan dari Gojek itu disebut sang ustadz haram karena dibeli dari uang riba.

Baca: Wahabi Kerap Haramkan Tradisi Masyarakat Nelayan Jawa

Budiman pun mengatakan, sudah menjadi kebiasaan dari kaum fundamentalis Agama mengatur semua hal, bahkan sampai ke hal kecil-kecil dalam kehidupan.

"Kalau perlu hukum fisika pun mereka atur. Ada hasrat totalitarian. Semua yang totaliter, dari Kanan atau Kiri, adalah mematikan kemanusiaan. Jangan berhenti menolak mereka!" tegas Budiman. 

Budiman menjelaskan, totaliter ini berbeda  dengan otoriter. Otoriter hanya membungkam mulut warga negara, tapi tak mengatur pikiran dan perasaanmu. Sedangkan totaliter itu mau membungkam mulut  sekaligus merombak isi pikiran hingga naluri warga negara.  

"Rezim otoriter relatif mudah untuk digulingkan. Cukup dengan demo-demo massif & intensif. Tentu kadang ada kekerasan. Tapi sekali satu rejim totaliter berkuasa, butuh kekerasan berlarut-larut untuk menjatuhkannya. Jangan biarkan seharipun rezim ideologi totaliter berkuasa di NKRI," ujar Budiman. 

Menurut Budiman, di Indonesia belum pernah ada rezim totaliter. Yang ada  cuma rejim otoriter, seperti rezim Soeharto.

"Otoriter saja kita tolak, apalagi yang totaliter!" ujar Budiman. 

Baca: Ulama Pidie: Tak Haram Pilih Jokowi-KH Ma'ruf Amin

Sebuah kekuatan otoriter, lanjut Budiman, kalau mau berkuasa cuma menyebar intrik. Tapi kekuatan totaliter kalau mau berkuasa adalah dengan menyebar intrik sekaligus nilai-nilai hidup mereka  sampai hal-hal sekecil-kecilnya. Mulai dari uang besar, alat-alat kekerasan hingga cara makan serta tidur pun diatur.

"Jadi jika kamu temukan hal-hal remeh sudah mulai diatur-atur & dikait-kaitkan dengan sebuah gerakan politik ideologis, mereka sedang berlatih berkuasa. Kali ini menyusup dengan propaganda lewat social media, saat berkuasa meneror dengan palu gada lewat milisi-milisi paramiliternya," ungkap Budiman. 

Aktivis anti rezim Orde Baru itu kembali mengingatkan, rezim otoriter mudah dijatuhkan di tengah jalan. Tapi jika rejim totaliter berkuasa, mereka akan membelah masyarakat menjadi dua bagian yang sama-sama kuat. 

Dengan begitu, sambung Budiman, konflik horizontal meletus, banyak darah yang tertumpah, negara hancur dan dendamnya tak habis sampai tujuh turunan. 

"Jangan pernah main-main atau bersekutu dengan kekuatan totaliter. Mereka kayak jaelangkung. Sekali mereka dipanggil untuk main, saat mau kita pulangkan, kita harus mengantarnya sampai kuburan. Bedanya dengan jaelangkung, kita harus MASUK ke liang kubur juga bareng mereka!" ujar Budiman. 

Menurut Budiman, membiarkan rejim totaliter berkuasa berarti "masuk kuburan" bersama dengan mereka. Sebab ideologi totaliter tak mengizinkan perbedaan taktis sedikit pun. Ini yang membuat mereka mudah retak dan tak menolerir keretakkan ditubuhnya. 

"Jika kamu bagian dari rezim totaliter itu & kamu sialnya ada di bagian yang melakukan kesalahan sedikit & kalah, maka yang diperlakukan padamu adalah prinsip TIJI TIBEH (mati siji, mati kabeh)," ungkap Budiman. 

Tiji Tibeh ini, lanjut Budiman, kalau dalam bahasa Inggris adalah Zero Sum Game. Hal itu dikarenakan klaim kebenaran mutlak ada pada diri mereka. 

"Jangankan kesalahan manusiawi, kebenaran manusiawi pun kalau tak masuk bingkai kebenaran mutlak versi mereka adalah sebuah pengkhianatan," ujar Budiman.

"Jadi jangan bayangkan kehidupan di negara setelah kekuatan totaliter berkuasa itu akan damai. TAK AKAN! Konsolidasinya akan memakan ke luar maupun ke dalam. Setelah kondisi ekternal sukses 'ditenangkan', mereka akan memakan dirinya sendiri," tambahnya. 

Sebelum kekuatan totaliter menang, lanjut Budiman, negara disiksa konflik horizontal. Masyarakat melawan masyarakat lainnya. 

Setelah totaliter menang, konflik itu diteruskan sampai tuntas. Dan muaranya, jika gagal akan pecah perang semua melawan semua. Jika sukses, negara akan menjadi "penjara raksasa".

"Rakyat menengah ke bawah yang tak ikut konflik akan jadi korban. Kalau tak mau, harus mengungsi. Jika negaranya di bentang daratan besar, bisa ngungsi ke negara-negara tetangga lewat darat. Jika negeri kepulauan seperti kita, pengungsi terkatung-katung di laut menghadapi hiu-hiu," papar Budiman.

Mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik itu melanjutkan, warga kelas menengah atas mengungsi pakai pesawat. Namun, lanjut Budiman, bagaimana dengan warga yang tak bisa mengungsi lalu tiba-tiba  didatangi sekelompok orang bersenjata.

"Bukan untuk membunuh kita, tapi untuk menyuruh kita membunuh tetangga baik yang beda kelompok politik atau beda suku/agama/mahzab agama," ujar Budiman.

Budiman kembali menegaskan, dimana pun dan kapan pun ujung cerita dari gerakan totaliter yang membesar atau berkuasa akan seperti itu. Saat kecil mereka cuma merayumu untuk meninggalkan jenis baju, makanan dan cara tidur tertentu. 

"Saat berkuasa, mereka MENODONGMU dengan senjata untuk lakukan semua itu," ujar Budiman.

Quote