Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Ketut Sustiawan mengatakan, DPR bersama Pemerintah kini sedang fokus merampungkan Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pengawasan Obat dan Makanan (RUU BPOM).
Ia menegaskan fungsi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) harus diperkuat. Selama ini hanya satu kelembagaan yang mengawasi peredaran obat dan makanan yakni BPOM.
"Kami di komisi IX DPR akan mendorong pemerintah untuk melakukan antisipasi terhadap pengawasan obat dan makanan, termasuk vaksin didalamnya. Selama ini hanya BPOM saja yang melakukan pengawasan sehingga rentan kecolongan," kata Ketut saat dihubungi, Minggu (27/5).
Dikatakannya, beberapa kasus vaksin palsu sendiri bukanlah hasil temuan BPOM atau Dinkes, melainkan dari hasil penyelidikan polisi. Menurut Ketut, ada beberapa Permenkes yang harus dievaluasi terkait pengawasan obat dan makanan ini.
"Ada beberapa persoalan regulasi sehingga menghambat kinerja BPOM,ini harus dievaluasi agar kedepan tidak saling menyalahkan," pungkasnya.
Untuk itu, dalam waktu dekat dikatakan Ketut, mengingat maraknya peredaran obat palsu dan makanan berbahaya, RUU tentang BPOM akan segera direalisasikan.
"Selama ini BPOM masih bersatu dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, jadi masih di bawah Kementerian Kesehatan. Dengan kondisi peredaran obat dan makanan yang pengawasannya mesti diperketat, dan maraknya vaksin palsu, maka keinginan untuk membuat payung hukum yang baru agar BPOM secara kelembagaan diperkuat dan jangkauannya diperluas," ungkap Ketut yang juga Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Bara.
Kemudian, lanjut dia, kewenangan BPOM untuk penindakan. Karena selama ini BPOM tidak bisa menindak. Hanya disebutkan bersama-sama dengan Polri dan Satpol PP.
"Kalau selama ini ada Sidak, temuannya dilaporkan polisi. Ini yang paling tidak tiga hal dalam RUU BPOM yang akan kita perjelas aturannya. Selain itu ada juga peran pemerintah daerah, terkait sanksi dan penegakan hukumnya," lanjut Ketut.
Ia berharap, dalam bulan Ramadhan ini, baik jajanan pasar maupun di supermarket bisa lebih diperketat lagi soal peredaran makanan berbahaya.
"Kalau di jajanan pasar, yang ditakutkan adanya bahan berbahaya baik itu pengawet, campurannya, hingga pewarna. Kalau di supermarket permasalahannya ialah masalah kadaluarsa makanan," tandas Ketut.