Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendorong penguatan payung hukum dan sistem pengawasan keamanan pangan program Makan Bergizi Gratis.
Sebab, masih minim sertifikat penjamin keamanan pangan yang dimiliki Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan terjadi beberapa kasus keracunan.
Menurut Edy, rangkaian insiden keracunan yang belakangan terjadi harus menjadi alarm serius terkait sistem pengawasan dan sertifikasi pangan di lapangan belum sepenuhnya berjalan.
Baca: Ganjar Tegaskan Pemuda Harus Benar-benar Siap Hadapi
"MBG adalah program besar dan mulia, tapi tanpa pengawasan pangan yang ketat, niat baik ini bisa berbalik menjadi bumerang. Negara wajib memastikan setiap dapur penyedia makanan bergizi benar-benar aman, higienis, dan tersertifikasi," ujar Edy dalam keterangannya yang dikutip pada Sabtu (1/11/2025).
Belakangan terjadi kasus keracunan di SMP Negeri 1 Saptosari dan SMK Negeri 1 Saptosari, Gunungkidul, Yogyakarta. Serta di SDN Meruya Selatan 01, Jakarta Barat.
Menurut Edy, kejadian tersebut menunjukan terjadi permasalah sistemik. Pengawasan keamanan pangan dinilai masih lemah.
"Dua kejadian di dua provinsi berbeda hanya berselang dua hari. Ini menunjukkan persoalan sistemik, bukan insidental. Artinya, pengawasan keamanan pangan belum menjadi kultur wajib di seluruh lini MBG," jelas Edy.
Berdasarkan data terbaru Badan Gizi Nasional (BGN) awal minggu ini, baru 690 dari 13.347 SPPG yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Padahal, setiap penyedia MBG juga diwajibkan mengantongi sertifikat HACCP, halal, dan NKV agar layak beroperasi.
Selain itu, dasar hukum yang mengatur koordinasi program ini baru sebatas Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2025 tentang Tim Koordinasi Penyelenggaraan MBG.
"Kita butuh dasar hukum yang kuat, bukan sekadar surat edaran atau keputusan badan. Tanpa Perpres yang jelas, koordinasi antar-kementerian akan terus lemah, dan pengawasan pangan sulit ditegakkan," jelas Edy.
Legislator Dapil Jawa Tengah III itu menyampaikan beberapa langkah strategis yang perlu segera dilakukan pemerintah. Dia mendorong diterbitkan Peraturan Presiden tentang MBG agar koordinasi pusat–daerah memiliki dasar hukum kuat dan mengikat. Selanjutnya adanya jadwal wajib sertifikasi SLHS, HACCP, dan halal bagi seluruh SPPG dan diperlukan pembinaan bagi yang tidak taat. Yang terpenting adalah membangun sistem pelaporan insiden keamanan pangan nasional, dengan basis data daring yang dapat dipantau publik.
Selanjutnya Dalam forum KTT ASEAN pekan ini, pemerintah Indonesia mempromosikan MBG sebagai bagian dari kolaborasi ketahanan pangan regional. Selain itu, menyebut program ini telah menjangkau lebih dari 37 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.
Edy menilai diplomasi tersebut langkah baik, namun harus diiringi dengan pembenahan internal.
"Kita boleh berbagi pengalaman MBG di forum internasional, tapi sebelum itu, pastikan dulu programnya aman di dalam negeri. Jangan sampai kita bicara ketahanan pangan di ASEAN, sementara anak-anak kita di Gunungkidul dan Jakarta masih ada yang keracunan," ujarnya

















































































