Jakarta, Gesuri.id — Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Gizi Nasional (BGN), Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Edy Wuryanto, mempertanyakan dasar tambahan anggaran MBG serta menuntut kejelasan tanggung jawab dalam proses sertifikasi laik higiene sanitasi (SLHS) bagi dapur SPPG.
Edy menyoroti data pagu anggaran MBG. “Pagu anggaran MBG 51,2 T, anggaran terserap 36,23 T, anggaran tersedia 14,97 T. Proyeksi kebutuhan 29,5 T. Kebutuhan tambahan 14,5 T. Kebutuhan SPPG terpencil 14,1 T. Total kebutuhan anggaran 28,6 T,” paparnya di ruang Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11).
Ia mempertanyakan nomenklatur wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) yang disebutkan BGN. “Pak, 3T itu nomenklatur baru Pak? Betul nggak? Di regulasi BGN itu kan nomenklatur baru, tidak sama dengan nomenklatur DKT yang selama ini ada,” ujarnya.
Pertanyaan lanjutannya menyorot proses anggaran 2025. “Kenapa yang 3T dibebankan di 2025? Kenapa enggak di 2026? Karena regulasi 3T menurut versi BGN itu dasar hukumnya baru keluar kemarin,” tegasnya.
Edy juga mengingatkan bahwa APBN 2025 baru diketok. “Lalu tiba-tiba minta anggaran lagi. Gimana logikanya? Biro perencanaannya harus jeli di sini,” katanya.
Meski kritis, Edy menegaskan dukungannya terhadap percepatan pembangunan dapur SPPG. “Saya mendukung penuh biar dapur segera berdiri,” ujarnya.
Ia menceritakan temuan di dapilnya. “Ada anak sekolah sampai mendatangi SPPG karena virtual account-nya katanya hubungannya dengan otoritas pemegang keuangan. FA-nya sudah ON, tapi duit belum masuk sudah 3–4 minggu. Anak-anak sekolah pada nanyain: Bu, kapan SPPG operasional?” ucapnya.
Menutup intervensinya, Edy meminta kejelasan soal status SLHS bagi penjamah makanan. “SLHS itu tanggung jawab siapa Bu? Ini tahu saya PGN atau mitra. Karena ini proses loh. Siapa yang mengelola MBG ini? Siapa SPPG itu milik siapa? SLHS itu bagian dari proses atau bagian dari sarana yang dikontrak oleh BGN?” tanya Edy.
Ia menegaskan perlunya kejelasan untuk menghindari sengketa di kemudian hari. “Lalu nanti kalau ada tuntutan sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), ini tanggung jawab siapa? Mitra atau BGN? Tolong dijawab dulu Bu sehingga nanti tanggung jawabnya jelas,” pungkasnya.

















































































