Jakarta, Gesuri.id - Politisi PDI Perjuangan Ferdinand Hutahaean mengritik arahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) kepada para relawan agar mendukung pasangan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk melanjutkan kepemimpinan hingga dua periode.
Ferdinand menilai sikap tersebut tidak tepat dan melampaui kewenangan seorang mantan kepala negara.
"Jokowi perintahkan relawan untuk dukung Prabowo-Gibran dua periode, emangnya siapa Jokowi? bisa memaksa Prabowo berdampingan dengan Gibran di 2029," kata Ferdinand Hutahaean dikutip dari akun Instagram pribadinya, Senin (22/9/2025).
Ferdinand menegaskan bahwa relawan bukanlah pihak yang memiliki hak politik untuk mencalonkan atau memutuskan pasangan calon presiden dan wakil presiden di pemilu mendatang.
Ia mengingatkan bahwa peserta pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan partai politik sesuai konstitusi.
"Peserta pemilu itu bukan relawan Pak Jokowi. Peserta pemilu itu partai politik jadi kok bisa-bisanya Jokowi perintahkan relawannya dukung Prabowo-Gibran dua periode," tegas Ferdinand.
Lebih lanjut, Ferdinand menduga sikap Jokowi tersebut justru memperlihatkan rasa cemas terhadap dinamika politik menjelang Pilpres 2029.
Menurutnya, Presiden Jokowi khawatir jika Prabowo mengambil keputusan yang berbeda terkait posisi Gibran di periode mendatang.
Ferdinand menyebut gelagat tersebut muncul karena Gibran, yang merupakan putra sulung Jokowi, memiliki peluang besar untuk maju kembali sebagai calon wakil presiden atau bahkan calon presiden pada Pilpres 2029.
"Makanya sekarang pura-pura menahan diri bilang akan mendampingi akan dua periode jadi wapres, gaya berpolitikmu itu Jokowi, Jokowi," ujar Ferdinand.
Ia juga mempertanyakan mengapa Jokowi seolah-olah masih ingin mengatur arah politik setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden pada 2029.
"Hak apa kamu ngatur-ngatur Prabowo untuk berdampingan dengan Gibran di 2029, haduh bukannya istirahat masih ribut aja," jelasnya.
Pernyataan Ferdinand ini menambah dinamika perdebatan politik mengenai masa depan kepemimpinan nasional pasca-2029.
Kritiknya sekaligus menjadi refleksi bahwa keputusan soal pencalonan presiden dan wakil presiden adalah domain partai politik, bukan arahan personal dari seorang mantan presiden.