Ikuti Kami

Henry Yoso: Saya Meragukan Kebenaran OTT yang Dilakukan KPK

“KPK terkesan berjalan sendiri, kalau tidak boleh saya katakan berjalan sesuka hati yang penting mendapat tepuk tangan."

Henry Yoso: Saya Meragukan Kebenaran OTT yang Dilakukan KPK
Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan H. KRH. Henry Yosodiningrat, SH. MH.

Jakarta, Gesuri.id - Beberapa hari belakangan ini kita kembali dihebohkan oleh hiruk pikuk / ingar bingar berita operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Sebagian masyarakat memberikan “tepuk tangan” seolah merupakan hadiah atau penghargaan yang tinggi kepada KPK atas “keberhasilannya”.

Selang beberapa saat setelah pemberitaan tentang OTT itu diikuti dengan berita tentang dilepasnya orang yang telah di-OTT (Kasus Ketua dan Wakil Ketua PN Medan). Dan disusul lagi dengan berita OTT terhadap Dirut PTP III, diikuti lagi dengan berita: “KPK Minta Agar Dirut PTP III “yang di-OTT” untuk menyerahkan diri.”

Hiruk pikuk berita tentang OTT memberikan kesan bahwa penindakan lebih penting ketimbang pencegahan, sehingga publik telah “terhipnotis” dengan KPK, seolah upaya pencegahan tidak penting (jangankan dikedepankan, disejajarkan saja seakan tak patut).

Demikian Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan H. KRH. Henry Yosodiningrat, SH. MH. menyampaikan tanggapannya saat ditemui Gesuri.id di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2019). Terkait hal tersebut, sebagai advokat kawakan, Henry mewanti-wanti KPK untuk patuh terhadap Aturan Perundang-Undangan yang berlaku. 

“Saya mengingatkan kepada Petinggi KPK bahwa kalian telah mengkhianati Undang-Undang tentang Tipikor, Undang-Undang tentang KPK, PP 71 Tahun 2000, PP 58 tahun 2018 tentang Pencegahan, bahkan juga telah mengkhianati Presiden. Saya ingatkan kepada kalian akan amanat Presiden pada Hari Kemerdekaan RI Bulan Agustus tahun 2019, “Pemberantasan korupsi seharusnya mengutamakan pencegahan (selain penindakan. Hal itu juga diatur secara tegas dalam Pasal 41 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, yang mengandung makna bahwa peningkatan efektivitas pemberantasan Tipikor harus melibatkan masyarakat. Hal itu dapat dibaca secara jelas dalam Penjelasan Umum PP 71/2000 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat.” 

KPK menurut Henry terkesan tebang pilih dalam mengungkap kasus-kasus korupsi. “Skandal korupsi dengan total kerugian negara yang besar seakan ditutup-tutupi. Ada kesan KPK memilah-milah mana yang mau diungkap, sesuka hatinya mereka saja,” kesal Henry yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Anti Narkotika (DPP GRANAT).

Selama ini, Henry sama sekali tidak melihat adanya upaya KPK untuk mengedepankan upaya pencegahan (dengan tidak mengesampingkan upaya pemberantasan, terlebih dengan melibatkan masyarakat. 

“KPK terkesan berjalan sendiri, kalau tidak boleh saya katakan berjalan sesuka hati yang penting mendapat tepuk tangan. Saya minta agar kinerja KPK ini dibenahi. Terlebih lagi kalau saya melihat bahwa dalam periode 2009-2014 KPK hanya mampu mengembalikan kerugian negara tidak lebih dari Rp 10 Triliun. Sedangkan alokasi pengeluaran negara baik untuk KPK, Polri dan Kejaksaan lebih dari Rp 50 Triliun per tahun. Lantas KPK ngapain?” ujar Henry sambil melengos, menyudahi wawancara.

Quote