Ikuti Kami

Mahfud MD Sebut Pemerintah Belum Setujui Revisi UU MK

Pemerintah masih keberatan terhadap aturan peralihan masa jabatan 10 tahun dan maksimal usia Hakim Konstitusi adalah 70 tahun.

Mahfud MD Sebut Pemerintah Belum Setujui Revisi UU MK
Cawapres Mahfud MD

Jakarta, Gesuri.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan pemerintah belum menyetujui Perubahan Keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Nomor 24 Tahun 2023 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). 

Menurut Mahfud, pemerintah masih keberatan terhadap aturan peralihan masa jabatan 10 tahun dan maksimal usia Hakim Konstitusi adalah 70 tahun. Pemerintah, kata Mahfud, belum ada keputusan ihwal pembahasan tingkat satu revisi UU MK ini.

“Artinya dihabiskan dulu masa jabatan dua itu (Ketua MK dan Wakil Ketua MK). Pun bagi yang sudah lebih dari 10 tahun tetapi sekarang masih menjabat kami usulkan sampai habis sesuai SK (aturan Mahkamah Konstitusi) terakhir. Nah, kami usul bertahan di situ karena itu lebih adil berdasar hukum transisional,” kata Mahfud Md dalam keterangan persnya yang Tempo pantau secara daring, Senin 4 Desember 2023.

Dilansir dari Koran Tempo edisi 28 November 2023, rencana revisi UU MK diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak September 2022. DPR kemudian, membentuk Panja  RUU MK pada Februari 2023. 

Kala itu rencana revisi direncanakan menyasar empat poin, yaitu batas usia minimal hakim konstitusi, evaluasi hakim konstitusi, unsur keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, dan penghapusan ketentuan peralihan mengenai masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK.

Merujuk pada draft awal RUU, revisi terdiri dari lima pasal. Empat pasal berisi perubahan ketentuan sebelumnya dan satu pasal lainnya merupakan aturan baru. Usulan yang paling mencolok menyasar Pasal 15 ihwal batas usia hakim konstitusi yang kini berlaku minimal 55 tahun. 
Revisi juga menghapus Pasal 87 ihwal masa jabatan hakim konstitusi yang kini paling lama 70 tahun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 tahun. Adapun, pasal kontroversial yaitu Pasal 27C yang mengatur kewenangan DPR, Mahkamah Agung, dan presiden untuk mengevaluasi hakim konstitusi yang mereka ajarkan.

Kemenkopolhukam, kata Mahfud, dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia  (Menkumham) Yasonna Laoly sudah mengirimkan surat kepada DPR agar revisi UU MK tidak disahkan di sidang. Kata Mahfud, dia dan Yasona merasa belum menandatangani atas usulan revisi UU MK di musyawarah tingkat satu.

“Apalagi sekarang ada putusan MK tanggal 29 November 2023 itu menyatakan dalam hal terjadi pengubahan UU tidak boleh merugikan subjek yang diganti, sehingga saya dan Menkumham ini menyatakan belum selesai. Harus menyesuaikan dengan pedoman hukum universitas transisional,” kata Mahfud.

Ketika ditanya apakah revisi UU MK ini menyasar hakim tertenu karena berkaitan dengan sengketa Pemilu 2024 dan upaya pengondisian MK, Mahfud mengaku tidak bisa menjawab. Menurut Mahfud, revisi ini merupakan hal wajar dan dianggap biasa, kecuali Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu).

“Ini tidak ada, tetapi ini diusulkan oleh DPR, jadi tidak bisa ditanyakan kepada pemerintah,” kata Mahfud.

Selain itu, Mahfud juga merasa kaget karena agenda revisi UU MK tidak masuk dalam Prolegnas. Namun, ia menyebut usulan revisi ini mungkin ada kebutuhan. “Tetapi dengan prinsip tidak boleh merugikan atau dugaan tentang terjadinya hal-hal yang ditanyakan itu,” kata Mahfud.

Quote