Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI yang juga mantan Bupati Tabanan, I Nyoman Adi Wiryatama, menilai polemik di kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD) UNESCO Jatiluwih, Tabanan, merupakan persoalan serius yang dapat mengancam status internasional tersebut.
"Ini sudah menjadi ancaman serius terkait status UNESCO yang ada," kata Adi, Minggu (7/12/2025).
Wiryatama menegaskan pengakuan UNESCO terhadap Jatiluwih tidak diraih dengan cara instan.
Ia mengingatkan predikat tersebut hasil perjuangan panjang lebih dari 15 tahun, dimulai sejak dirinya masih menjabat sebagai Bupati Tabanan.
"Perjuangan panjang mulai dari menjabat Bupati Kabupaten Tabanan untuk mendapatkan pengakuan UNESCO, janganlah dirusak hanya untuk kepentingan sesaat," tegasnya.
Ia berharap polemik ini tidak berlarut-larut dan meminta semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun pelaku usaha, duduk bersama untuk mencari solusi terbaik.
"Ini perlu mendapat solusi agar Jatiluwih tetap menjadi salah satu desa terbaik dunia. Karena pengakuan ini pariwisata bisa berkembang," ucap Adi Wiryatama.
Lebih jauh, Wiryatama mengingatkan bahwa pelestarian warisan budaya dunia harus menjadi prioritas nyata dan bukan hanya slogan. Meski demikian, ia tetap mengapresiasi langkah Pansus TRAP DPRD Bali yang menutup bangunan-bangunan yang dianggap melanggar aturan tata ruang.
"Saya mengapresiasi kerja Pansus TRAP DPRD Bali. Upaya mempertahankan warisan budaya Jatiluwih harus terus diperkuat," ungkapnya.
Ia mengaku khawatir maraknya komersialisasi pariwisata, konflik kepentingan, serta tekanan pembangunan massif dapat mengubah wajah asli Jatiluwih.
Sebelumnya, Pansus TRAP DPRD Bali bersama Satpol PP menutup 13 bangunan yang dinilai melanggar jalur hijau dan sepadan jalan di kawasan Jatiluwih.
Penutupan ini memicu protes dari pemilik bangunan dan sejumlah petani yang memasang puluhan lembar seng di areal sawah serta membentangkan plastik sepanjang 40 meter di Jalan Raya Subak Jatiluwih.
Di sekitar Warung Sunari yang sebelumnya ditutup, tercatat 30 seng dipasang oleh warga. Sementara itu di sepanjang jalan subak sisi selatan warung, petani menancapkan 45 seng sebagai bentuk protes terhadap kebijakan tersebut.

















































































