Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono menilai bahwa gerakan donasi Rp1.000 per hari (Sapoe Sarebu) bukan pungli karena sifatnya resmi.
Kebijakan itu, kata Ono, dilembagakan dan diresmikan. Perbedaan lainnya, Sapoe Sarebu diawasi oleh pemerintah. Sehingga, penyalurannya pun lebih terawasi.
Baca: Ganjar Tegaskan Pemuda Harus Benar-benar Siap
“Kalau pungli di jalanan, selain bisa menghambat lalu lintas, tidak ada yang mengatur tata kelola dan pengawasannya, yang ini (Sapoe Sarebu) diatur,” ungkap Ketua DPD PDI Perjuangan Jabar ini.
Ono mencontohkan pungutan yang dilakukan di sekolah beberapa waktu lalu juga sempat dilarang gubernur. Saat itu, pungutan dilarang karena sekolah cenderung berbisnis dan berpotensi keliru dalam pengalokasiannya. Namun, Sapoe Sarebu bisa lebih spesifik, misalnya membantu siswa yang kurang mampu.
Untuk diketahui, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, meresmikan gerakan Rereongan Sapoe Saribu pada 1 Oktober 2025 lalu. Gerakan itu dilegitimasi melalui penerbitan Surat Edaran (SE) bernomor 149/PMD.03.04/KESRA. Imbauan penggalangan dana tersebut disebarkan kepada bupati/wali kota se-Jabar, seluruh kepala perangkat daerah di lingkungan Pemprov Jabar dan Kanwil Kementerian Agama Jabar.
Baca: Ganjar Tekankan Kepemimpinan Strategis
Gerakan tersebut berfokus pada pengumpulan donasi harian sebesar Rp1.000. Sumber kontribusi donasi berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN), siswa sekolah, dan masyarakat umum.
Dana yang berhasil dihimpun akan didistribusikan untuk memenuhi berbagai kebutuhan publik, mencakup sektor pendidikan, kesehatan, dan bantuan hukum. Namun kini gerakan Sapoe Sarebu memunculkan pro dan kontra di Jabar.