Ikuti Kami

Parta Desak Pemerintah Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

Nyoman menekankan bahwa RUU ini tidak hanya urusan administratif, tetapi menyangkut eksistensi masyarakat adat itu sendiri.

Parta Desak Pemerintah Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat
Ketua Kelompok Fraksi PDI Perjuangan di Badan Legislasi DPR I Nyoman Parta.

Jakarta, Gesuri.id - Ketua Kelompok Fraksi PDI Perjuangan di Badan Legislasi DPR I Nyoman Parta, menegaskan bahwa penundaan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat berpotensi memperparah konflik agraria di Indonesia.

“Kekhawatiran yang muncul adalah lahirnya feodalisme baru. Ada raja-raja kecil yang berhadapan dengan modal, serta anggapan bahwa tanah komunal akan menghambat pembangunan. Namun negara harus hadir dengan regulasi yang jelas, karena semakin lama UU ini tertunda, konflik akan terus terjadi,” ujar Parta dalam pernyataan resmi, Rabu (27/8).

Baca: Ganjar Pranowo Ungkap Masyarakat Takut dengan Pajak

Nyoman menekankan bahwa RUU ini tidak hanya urusan administratif, tetapi menyangkut eksistensi masyarakat adat itu sendiri. Frasa “mengakui dan menghormati” dalam UUD 1945 harus dimaknai secara luas, termasuk hak tradisional, hak asal-usul, serta susunan asli masyarakat adat.

Hal ini mencakup hak atas tanah dan sumber daya alam, hak mengatur kehidupan sosial dan budaya, hak mempertahankan serta mengembangkan adat, hak menjalankan ritual, hingga hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka.

“Dengan demikian, pengesahan RUU MA bukan hanya soal kepastian hukum, tetapi juga bentuk kehadiran negara dalam melindungi martabat dan ruang hidup masyarakat adat di tengah derasnya arus investasi dan pembangunan,” ujarnya.

Baca: Ganjar Amini Pernyataan Puan Soal Nama Sekjen PDI Perjuangan

Sejumlah anggota DPR lainnya, seperti Mercy Barends dari Fraksi PDIP, menekankan bahwa pengesahan RUU Masyarakat Adat bukan sekadar pilihan politik, melainkan mandat konstitusi yang tercantum dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945.

Hambatan terbesar menurut Mercy bukan terletak pada teknis administrasi, melainkan tarik-menarik kepentingan antar-kementerian dan dominasi investasi yang sering mengorbankan ruang hidup masyarakat adat.

“Masyarakat adat adalah benteng terakhir hutan, gunung, pesisir, dan pulau-pulau kecil kita. Tanpa mereka, ruang hidup kita akan tercerabut,” kata Mercy.

Quote