Ikuti Kami

Putra Nababan Desak Menpar Widiyanti Perkuat Strategi Pra-Kedatangan Wisatawan, Tak Cukup Andalkan Medsos

Putra menilai pembahasan mengenai UMKM dan Ekraf tidak boleh berhenti pada angka-angka seperti jumlah sertifikasi atau lembaga pendamping.

Putra Nababan Desak Menpar Widiyanti Perkuat Strategi Pra-Kedatangan Wisatawan, Tak Cukup Andalkan Medsos
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan - Foto: Istimewa

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan meminta Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana untuk tidak hanya mengandalkan media sosial sebagai saluran utama promosi destinasi wisata Indonesia. 

Ia menegaskan pentingnya strategi pariwisata yang sudah terencana sejak sebelum wisatawan tiba di Tanah Air, serta berpihak secara nyata kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan pelaku ekonomi kreatif (Ekraf).

Pandangan tersebut disampaikan Putra dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan Kementerian Pariwisata di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025). Dalam forum itu, Putra menyoroti strategi promosi dan keberpihakan Kemenpar terhadap pelaku usaha lokal.

Putra meminta Menpar Widiyanti Putri Wardhana menyusun paket-paket wisata yang secara langsung memastikan wisatawan membelanjakan uangnya untuk produk lokal, bukan pada fast food atau konsumsi yang tidak menggerakkan ekonomi daerah. Ia menilai, jangan sampai wisatawan mancanegara hanya datang untuk berfoto-foto tanpa memberikan dampak ekonomi yang signifikan.

“(Pengeluaran) sebesar US$1.300 sampai US$1.400 dari wisatawan yang Ibu targetkan bersama dengan jajaran, itu harus diarahkan sebanyak mungkin ke UMKM dan Ekraf,” tegas Putra Nababan.

Selain itu, Putra menilai pembahasan mengenai UMKM dan Ekraf tidak boleh berhenti pada angka-angka seperti jumlah sertifikasi atau lembaga pendamping. Ia mendesak agar Kementerian Pariwisata fokus pada outcome, yakni bagaimana strategi pariwisata benar-benar dapat menghidupkan UMKM dan Ekraf secara nyata.

“Jadi, saya berangkat dulu dengan keberpihakan. Tidak ada di ruangan ini, baik pemerintah maupun legislatif yang tidak berpihak kepada rakyat,” ujarnya.

Putra juga menyoroti target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan devisa untuk 2026 yang menurutnya masih kurang ambisius. Ia membandingkan target tersebut dengan Thailand, yang mampu mendatangkan 28 juta wisman dan meraih devisa US$29 miliar.

Sementara itu, Indonesia baru menetapkan target 22 juta kunjungan wisman atau setara devisa sekitar Rp370 triliun pada 2026. “Saya lihat targetnya ini memang cukup baik, tetapi mungkin kurang fantastis dan kurang ambisius,” kata Putra.

Dalam kesempatan itu, Putra turut menyinggung relevansi pendidikan vokasi pariwisata di Politeknik Pariwisata (Poltekpar) di berbagai daerah. Ia kembali mengingatkan perdebatan panjang di DPR terkait penyisipan kata “dapat” dalam pasal mengenai pendidikan pariwisata di UU Kepariwisataan, yang menurutnya harus dibuktikan melalui serapan tenaga kerja yang benar-benar selaras dengan target besar Kemenpar.

Putra menekankan perlunya dukungan pemerintah, termasuk melalui APBN, untuk memastikan lulusan Poltekpar diarahkan bekerja pada industri dan destinasi prioritas.

Ia menilai hal tersebut penting agar capaian Kementerian Pariwisata sejalan dengan target devisa Rp370 triliun, rasio PDB 4,6–4,7%, kunjungan 16 juta wisman, serta rata-rata pengeluaran wisatawan di kisaran US$1.300 hingga US$1.400 per kunjungan.

Menutup paparannya, Putra menegaskan bahwa sektor pariwisata saat ini sudah berada dalam tiga besar penyumbang devisa nasional setelah sumber daya alam dan manufaktur. Untuk itu, ia meminta Menpar Widiyanti Putri Wardhana mendorong posisi pariwisata naik ke peringkat kedua.

“Komisi VII siap mendukung agar sektor pariwisata diperhitungkan oleh Presiden, Bappenas, dan Kementerian Keuangan,” pungkasnya.

Quote