Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, angkat suara terkait tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap Pesantren Al-Fath Jalen di Tambun Utara, Kabupaten Bekasi.
Ia menilai tindakan penagihan pajak terhadap lembaga pendidikan keagamaan non-profit tersebut tidak semestinya terjadi, mengingat pesantren berdiri di atas tanah wakaf dan menampung lebih dari seribu santri, separuh di antaranya berasal dari keluarga kurang mampu.
“Ini pesantren abangku, Kiai Yasin yang belum lama ini dipanggil pulang oleh Allah SWT. Yayasan abang gue tuh gak cari untung. Berani-beraninya nagih, ya? Kita selesaikan secara adat hukum maksudnya,” kata Rieke dengan nada geram, seperti dikutip dari akun Instagram @riekediahp, Selasa (21/10).
Rieke juga menyoroti dasar hukum yang sudah jelas mengatur pengecualian PBB bagi lembaga pendidikan dan keagamaan yang bersifat non-komersial. Ia menegaskan, dalam Pasal 38 Peraturan Pajak Daerah disebutkan bahwa tanah dan bangunan untuk kepentingan keagamaan, pendidikan, sosial, hingga budaya tidak seharusnya menjadi objek pajak.
“Bupatinya sudah tahu. Ini pesantren tidak pernah dapat bantuan dari Pemkab, tapi tetap bisa jalan. 50% santrinya dari keluarga tidak mampu, rekomendasi dari desa. Ini siapa yang main? Kita akan ke BPN juga, karena ini menyangkut tanah wakaf,” tegasnya.
Pesantren Al-Fath Jalen berdiri di atas tanah wakaf dan selama ini menjalankan fungsi sosial serta pendidikan tanpa orientasi keuntungan. Namun, sejak 2024 pesantren tersebut menerima surat tagihan pajak, bahkan pada 2025 muncul ancaman akan dipasangi garis polisi jika tagihan tidak diselesaikan.
Rieke menilai kasus ini bukan sekadar persoalan administrasi, melainkan cermin lemahnya perlindungan hukum bagi lembaga pendidikan non-profit di Indonesia. Ia bersama DPRD Kabupaten Bekasi berkomitmen untuk mengawal penuh hak-hak pesantren tersebut.
Beberapa langkah konkret yang akan didorong antara lain:
1. Pembebasan PBB bagi lembaga non-komersial sesuai ketentuan hukum.
2. Penyelesaian sertifikat wakaf melalui BPN.
3. Akses pendidikan dan bantuan sosial bagi santri tidak mampu tanpa hambatan birokrasi.
“Perjuangan ini bukan semata urusan administrasi, melainkan tentang keadilan dan perlindungan terhadap hak lembaga pendidikan umat. Mari bersama kita kawal agar kebijakan berpihak kepada mereka yang mendidik dengan tulus untuk masa depan bangsa,” pungkas Rieke.