Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI sekaligus Anggota Satgas Perlindungan Pekerja Indonesia DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, menyoroti kematian diplomat muda Indonesia, Zetro Leonardo Purba (40), yang tewas akibat penembakan di Lima, Peru, pada Senin malam (1/9).
"Peru saat ini tengah mengalami krisis multidimensi dengan tingkat kejahatan dan kekerasan yang tinggi. Bahkan, pada Maret 2025, pemerintah Peru menetapkan status keadaan darurat,” kata Rieke seperti dikutip dari akun Instagram @riekediahp, Rabu (3/9).
Rieke menilai kematian Zetro mencerminkan lemahnya sistem perlindungan terhadap warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri, termasuk para diplomat.
Ia menyebut bahwa kasus kekerasan terhadap WNI terus meningkat, terutama yang terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan eksploitasi pekerja migran.
"Kementerian Luar Negeri melalui Direktorat Perlindungan WNI (Dit. PWNI) adalah garda terdepan dalam perlindungan WNI. Namun alokasi anggaran yang tersedia tidak mencerminkan urgensi perlindungan tersebut," tegas Rieke.
Ia merinci, anggaran perlindungan WNI dalam APBN 2025 hanya sebesar Rp220,98 miliar. Dari jumlah itu, Rp49,97 miliar dialokasikan untuk Dit. PWNI, sementara Rp171,01 miliar untuk perwakilan di luar negeri. Dalam Rancangan APBN 2026, anggaran justru turun menjadi Rp207,53 miliar. Yang mengejutkan, anggaran Dit. PWNI mengalami penurunan tajam sebesar 29,92% menjadi Rp35,02 miliar, sedangkan anggaran perwakilan hanya naik tipis 0,08% menjadi Rp172,51 miliar.
Melihat situasi ini, Rieke mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan dan Badan Anggaran DPR RI, untuk segera melakukan realokasi anggaran kunjungan luar negeri seluruh lembaga negara termasuk DPR, kementerian, dan lembaga penyelenggara pemilu ke pos anggaran perlindungan WNI.
"Saya mendukung penuh sikap Presiden Prabowo dan para Ketua Partai yang menyerukan moratorium kunjungan kerja luar negeri DPR RI. Bahkan saya mendorong agar evaluasi dan moratorium diberlakukan untuk seluruh lembaga negara, kecuali untuk kegiatan yang sangat penting dan mendesak,” ujarnya.
Menurut Rieke, relokasi anggaran tersebut sangat krusial terutama bagi negara-negara yang menjadi tujuan pekerja migran Indonesia serta negara-negara dengan tingkat risiko keamanan tinggi.