Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS, menegaskan penyebab utama banjir yang terus berulang di berbagai daerah bukanlah cuaca ekstrem, melainkan perusakan lingkungan yang dilakukan manusia.
Ia meminta para pejabat berhenti menjadikan cuaca sebagai kambing hitam dan mulai menangani akar persoalan secara serius.
“Kalau pejabat terus-menerus menyalahkan cuaca, maka kita tidak pernah menyentuh akar persoalan. Padahal data ilmiah sudah lama menjelaskan bahwa perusakan lingkungan adalah penyebab utama,” kata Prof. Rokhmin Dahuri, dikutip Rabu (10/12).
Menurutnya, analisis ilmiah berbagai lembaga menunjukkan faktor cuaca seperti siklon tropis hanya berkontribusi sekitar 20 persen, sementara 80 persen penyebab banjir berasal dari ulah manusia seperti alih fungsi lahan, pembalakan liar, dan ketidakteraturan tata ruang.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Gus Dur dan Megawati itu juga menyoroti kondisi hutan Indonesia yang semakin kritis. Tutupan hutan di Sumatra dilaporkan turun di bawah 25 persen, sementara di Jawa tersisa hanya sekitar 17 persen.
“Dengan deforestasi separah itu, kemampuan ekosistem menyerap air hujan melemah drastis, membuat wilayah padat penduduk semakin rentan terhadap banjir, longsor, dan krisis air bersih,” ungkap Guru Besar Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB University tersebut.
Untuk mengatasi persoalan ini, Prof. Rokhmin mendesak pemerintah pusat dan daerah segera melakukan langkah-langkah strategis. Di antaranya rehabilitasi hutan secara masif, memperketat pengawasan tata ruang, menindak tegas perusak lingkungan, merevitalisasi daerah aliran sungai (DAS), serta membangun infrastruktur pengendali banjir yang berbasis ekologi. Ia menilai penanganan banjir tidak boleh berhenti pada upaya darurat semata, melainkan harus dilakukan secara berkelanjutan.
“Bencana banjir tidak boleh dianggap sebagai kejadian musiman. Ini masalah tata kelola lingkungan. Kalau kita tidak berubah, intensitas dan kerugiannya akan terus meningkat,” ujarnya.
Melalui pernyataan tersebut, Ketua Umum Masyarakat Artikultura Indonesia (MAI) berharap para pejabat dapat mengubah pola pikir dan menjadikan isu lingkungan sebagai prioritas utama dalam kebijakan nasional.

















































































