Ikuti Kami

Rokhmin Dahuri: Laut Adalah Poros Utama Wujudkan Ketahanan Pangan

Rokhmin: Ikan kembung, makanan favorit saya sejak kecil, ternyata punya kandungan omega-3 lebih tinggi dari salmon.

Rokhmin Dahuri: Laut Adalah Poros Utama Wujudkan Ketahanan Pangan
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S, menegaskan pentingnya laut sebagai poros utama dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Dalam tayangan Jendela Negeri di TVRI, Selasa (8/7/2025), ia menyuarakan kritik dan harapan terhadap arah pembangunan kelautan Indonesia yang dinilainya masih tertinggal jauh dari potensinya.

“Sebagai anak nelayan, saya tahu betul nilai laut. Ikan kembung, makanan favorit saya sejak kecil, ternyata punya kandungan omega-3 lebih tinggi dari salmon. Tapi kenapa salmon yang dielu-elukan? Karena kita kalah promosi!” tegas Rokhmin.

Ia menekankan bahwa laut bukan hanya penyedia protein seperti ikan dan udang, tapi juga sumber pangan fungsional yang menyehatkan dan mencerdaskan berkat kandungan vitamin, mineral, dan senyawa bioaktif alami. 

“Jangan terpaku pada promosi luar negeri. Ikan kembung milik kita jauh lebih unggul dari sisi nutrisi,” tambahnya.

Menurut Rokhmin, ketahanan pangan Indonesia harus memenuhi tiga syarat mutlak: surplus produksi, akses luas bagi rakyat, dan jaminan keamanan pangan. 

“Ketahanan pangan tidak hanya soal stok, tetapi juga soal akses dan keamanan. Percuma stok berlimpah kalau rakyat malah sakit gara-gara kualitasnya buruk,” ujarnya.

Ia menyayangkan minimnya perhatian pada potensi laut yang begitu besar. Indonesia memiliki 90 juta hektare area potensial untuk budidaya laut dan perairan darat, namun baru 20% yang dimanfaatkan. 

“Kalau laut terus diabaikan, kita kehilangan peluang emas untuk menciptakan jutaan lapangan kerja dan gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029 seperti janji Presiden Prabowo,” tambahnya.

Menyoroti langkah revolusioner negara lain, Rokhmin mengungkap China bahkan sudah mampu menanam padi di laut menggunakan teknologi genome editing. 

"Kita? Masih bergantung pada sawah yang makin sempit. Kita harus berani keluar dari zona nyaman,” sindirnya.

Ia juga mengkritisi buruknya infrastruktur perikanan di Indonesia. 

“Pelabuhan perikanan kita masih jadi tempat kotor penuh bau amis, bukan kawasan industri. Harusnya, nelayan bisa untung besar dari produk olahan, bukan jual ikan segar murah,” tegas Guru Besar IPB itu.

Menurutnya, pelabuhan harus dikembangkan menjadi world class fishing port dengan sistem cold chain, sanitasi modern, dan pengolahan bernilai tambah seperti ikan kaleng, tempura, dan udang beku.

Ia menyoroti ketimpangan fiskal di mana sektor pertanian mendapat alokasi anggaran lima kali lebih besar dibanding kelautan. Padahal, 75% wilayah Indonesia adalah laut dan menyimpan 70% sumber migas nasional. 

“Ini ketimpangan. Kita negara maritim, tapi laut dipinggirkan. Padahal laut bisa jadi solusi pengangguran, stunting, dan ekonomi rendah,” ujar Rokhmin.

Tak hanya itu, ia mengungkap hanya 15% tambak udang di Indonesia yang tergolong modern, dengan produktivitas 800 kg/ha/tahun, jauh dari standar modern yang bisa mencapai 60 ton/ha/tahun. Ia juga mendorong industrialisasi perikanan di daerah perbatasan seperti Natuna, Morotai, dan Nunukan.

“Kalau wilayah perbatasan makmur, itu otomatis jadi benteng NKRI,” ujarnya, menekankan bahwa kemiskinan nelayan adalah akar dari pencurian ikan dan imigrasi ilegal.

Menutup pernyataannya, Rokhmin menyentil rendahnya branding produk laut Indonesia. 

“Kalau negara lain bisa bikin salmon mendunia, masa kita tak bisa angkat kembung ke kelas dunia?” pungkasnya.

Quote