Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI, Safaruddin menegaskan reformasi dalam sistem peradilan dan kepolisian bukan hanya soal perombakan struktural, namun harus dimulai dari pembenahan budaya internal.
Menurutnya, sejumlah persoalan mulai dari karier hakim, independensi Kapolri, hingga praktik transaksional dalam layanan kepolisian tidak akan hilang tanpa adanya perubahan budaya hukum yang konsisten.
“Tadi disampaikan masalah (bahwa) hakim tidak relevan lagi (menjadi) ASN. Memang berarti itu kan ada kaitannya dengan pembinaan karier hakim, ada kaitannya juga dengan penggajian. Kalau ASN itu kan mulai golongan bawah, naik-naik ke atas. Ketika berganti, berubah, golongannya, gajinya juga akan berubah. Seperti apa sistem yang kira-kira kalau memang kita akan merevisi nanti undang-undang itu,” katanya, Jumat (5/12/2025).
Selain itu, ia juga menyoroti persoalan perilaku sebagian hakim yang terseret kasus korupsi dan pelanggaran etik yang terjadi akibat bukan karena hanya ada celah regulasi, namun juga dipengaruhi oleh lemahnya kultur integritas di lembaga peradilan.
“(Tadi) yang banyak disampaikan (adalah) masalah struktural. Tapi (belum dibahas) bagaimana perilaku-perilaku hakim yang selama ini kita dengar, ada penyimpangan-penyimpangan, juga ada yang ditangkap KPK,” ujar Safaruddin.
Safaruddin juga menyoroti maraknya penyimpangan di tingkat pelayanan dasar seperti Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) hingga proses penyelidikan dan penyidikan.
Ia menegaskan bahwa persoalan tersebut tidak akan pernah dapat diseselesaikan apabila reformasi Polri Maih bergantung pada sikap pimpinan.
“Ketika (pemimpinnya) itu agak tegas, betul-betul memperhatikan pembenahan kultur, (sistemnya) jadi bagus. Setelah ganti lagi pimpinan, berubah lagi, Pak. Ini mungkin perlu mohon pencerahan,” ungkapnya.

















































































