Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menjelaskan alasan pemerintah menetapkan masa tunggu haji selama 26 tahun secara merata untuk seluruh provinsi di Indonesia.
Penjelasan tersebut ia sampaikan usai kegiatan Forum Keuangan Haji bertajuk “Membangun Kepercayaan, Menguatkan Transparansi” yang digelar bersama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Kota Cirebon, Kamis (16/10).
Menurut Selly, kebijakan penyamarataan masa tunggu ini merupakan langkah pemerintah untuk menegakkan asas keadilan bagi seluruh calon jamaah haji di Tanah Air.
Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo
“Dulu masa tunggu antarprovinsi berbeda-beda. Ada yang cepat, ada yang sangat lama. Sekarang pemerintah menetapkan sistem tunggu yang sama untuk seluruh Indonesia, yakni 26 tahun,” jelasnya.
Selly menerangkan, kebijakan tersebut berlandaskan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam aturan baru ini, penentuan masa tunggu dilakukan berdasarkan daftar antrean nasional (waiting list), bukan lagi berdasarkan jumlah penduduk muslim di tiap provinsi.
“Sistem baru ini dipilih karena dianggap paling adil. Jika hanya berdasarkan jumlah penduduk muslim, hasilnya bisa timpang dan tidak mencerminkan pemerataan,” kata legislator asal Jawa Barat itu.
Namun, Selly mengakui kebijakan ini berdampak pada penyesuaian kuota di sejumlah provinsi. Setidaknya terdapat 20 provinsi yang mengalami pengurangan kuota jamaah, termasuk Jawa Barat yang kehilangan sekitar 9.000 kuota untuk dialihkan ke daerah lain.
Baca: Ganjar Dukung Gubernur Luthfi Hidupkan Jogo Tonggo
“Jawa Barat memang terdampak, tetapi ini bagian dari langkah pemerataan nasional agar jamaah dari Sabang sampai Merauke memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menunaikan ibadah haji,” tegasnya.
Ia menambahkan, tujuan utama kebijakan ini adalah untuk membangun sistem penyelenggaraan haji yang lebih adil, transparan, dan berkeadilan sosial. Karena itu, masyarakat diimbau untuk memahami substansi perubahan tersebut agar tidak terjadi salah persepsi.
"Kebijakan ini bukan untuk memberatkan, melainkan memastikan semua warga negara mendapat hak yang sama. Kami di Komisi VIII DPR RI bersama BPKH terus menyosialisasikan perubahan sistem ini agar masyarakat memahami tujuannya,” pungkas Selly.