Jakarta, Gesuri.id — Anggota Baleg DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Sofwan Dedy Ardyanto menegaskan kegelisahannya atas hilangnya komoditas tembakau dari daftar sektor hilirisasi potensial yang dipaparkan pemerintah dalam pembahasan RUU Komoditas Strategis.
Menurutnya, absennya tembakau menimbulkan pertanyaan besar mengenai arah kebijakan negara terhadap salah satu komoditas padat karya terbesar.
Dalam Rapat Kerja Baleg DPR RI dengan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan, Sofwan menyoroti paparan pemerintah yang tidak menyertakan tembakau sebagai komoditas prioritas.
“Di halaman 10 industri tembakau tidak ada Pak. Apakah tembakau sudah mulai ditinggalkan atau bagaimana? Saya ingin mengetahui,” ujarnya di Senayan, Rabu (26/11/2025).
Ia mengingatkan bahwa kriteria prioritas hilirisasi seharusnya sejalan dengan arahan Presiden Prabowo dalam rapat Dewan Ekonomi Nasional, yakni memperkuat sektor padat karya dan mendorong deregulasi untuk meningkatkan daya saing.
Menurutnya, tembakau justru menjadi salah satu penopang utama industri padat karya, termasuk di daerah yang ia wakili.
Sofwan menegaskan bahwa ketidakjelasan kebijakan tembakau berpotensi mengancam hajat hidup jutaan rakyat.
“Ada 2,5 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, dan 2 juta pekerja di industri hasil tembakau. Totalnya 6 juta. Ini bukan sekadar padat karya, ini menyangkut mata pencaharian puluhan juta warga,” katanya tegas.
Ia juga membeberkan fakta merosotnya permintaan pabrik yang menyebabkan perputaran uang hingga Rp1,2 triliun di Temanggung terhenti, memperburuk ketidakpastian petani. Ironisnya, kata Sofwan, di tengah anjloknya permintaan domestik, impor tembakau justru meningkat—baik yang legal maupun ilegal.
Karena itu, Sofwan meminta kejelasan pemerintah mengenai arah kebijakan nasional terhadap tembakau dan industri hasil tembakau.
“Mohon diberikan pencerahan supaya arah kebijakan kita tentang tembakau dan IHT ini semakin jelas,” tutupnya.

















































































