Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI, Sofyan Tan menegaskan kemandirian ekonomi nasional dianggap masih jauh dari ideal, di mana Indonesia saat ini dinilai masih berada dalam kondisi “dijajah” secara ekonomi karena ketergantungan impor yang masif.
Menurutnya, satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi “penjajahan” tersebut adalah melalui pelaksanaan Sensus Ekonomi 2026 yang komprehensif dan menghasilkan pemetaan data yang akurat.
Ketergantungan impor ini sangat terasa bahkan pada kebutuhan pangan masyarakat sehari-hari.
Baca: Ganjar Tegaskan PDI Perjuangan Sebagai Penyeimbang Pemerintah
“Hari ini kita masih dijajah. Bahan baku makanan rakyat seperti tempe, tahu, dan roti yang berasal dari kedelai masih harus diimpor,” ujar Sofyan.
Ia menyampaikan pandangan ini saat menjadi keynote speaker di acara Sosialisasi Sensus Ekonomi 2026 dan Peningkatan Literasi Statistik Masyarakat, yang berlangsung di Hotel Cambridge, Jalan S. Parman, Medan, pada Rabu (15/10).
Politisi Perjuangan tersebut juga menyoroti ironi bahwa Indonesia adalah negara kaya dengan tanah subur dan matahari bersinar sepanjang tahun, yang seharusnya mampu memproduksi pangan secara mandiri.
Sofyan Tan berpandangan bahwa Sensus Ekonomi (SE) 2026 harus dimanfaatkan sebagai momen krusial untuk menentukan arah masa depan pembangunan ekonomi.
Data yang dikumpulkan melalui sensus ini diwajibkan mampu menjawab pertanyaan fundamental: sektor usaha apa yang prospektif untuk dikembangkan? Mengapa banyak pelaku usaha gulung tikar? Serta, apa akar penyebabnya, apakah itu terkait regulasi, retribusi, atau praktik pungutan liar (pungli).
Ia memberikan contoh kasus spesifik, yaitu fenomena banyaknya usaha tekstil yang terpaksa ditutup.
“Sensus harus mampu memberikan penjelasan apakah penutupan itu terjadi karena tingginya biaya produksi, persaingan yang tidak sehat, atau adanya regulasi yang justru tidak berpihak pada industri,” tegas Sofyan.
Ia menekankan, jika permasalahan terletak pada peraturan daerah (perda), peraturan menteri (permen), peraturan pemerintah (PP), atau undang-undang (UU), maka para pembuat kebijakan (regulator) harus memiliki keberanian untuk mencabut aturan tersebut.
Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo
Anggota DPR tersebut lebih lanjut menggarisbawahi pentingnya tindak lanjut dari hasil SE. Ia menekankan bahwa data Sensus Ekonomi tidak boleh hanya berhenti sebagai kumpulan angka statistik, melainkan wajib diolah menjadi bahan utama untuk menyusun peta jalan (roadmap) kebijakan ekonomi nasional untuk periode 10 tahun mendatang.
Dengan demikian, data SE 2026 akan berfungsi sebagai panduan strategis bagi para pengusaha dan pelaku usaha untuk mengidentifikasi sektor pasar yang menurun dan bidang mana yang sedang tren.
“Dengan panduan ini, pelaku usaha bisa menentukan langkah selanjutnya, apakah harus melakukan ekspansi bisnis, diversifikasi produk, atau bahkan memutuskan untuk beralih usaha,” tambahnya.