Ikuti Kami

Sudirta Minta Ahli Dilibatkan Atur Pidana Adat di RUU KUHP

Menurut Wayan, hal itu berkaca dari banyaknya undang-undang yang digugat publik, tak lama setelah sebuah RUU disahkan oleh DPR selama ini.

Sudirta Minta Ahli Dilibatkan Atur Pidana Adat di RUU KUHP
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta, meminta pemerintah melibatkan sebanyak mungkin para ahli hukum pidana, termasuk ahli hukum pidana adat sebelum Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) disahkan oleh DPR. 

Menurut Wayan, hal itu berkaca dari banyaknya undang-undang yang digugat publik, tak lama setelah sebuah RUU disahkan oleh DPR selama ini.

"Pelibatan para ahli jangan dijawab secara retorika (oleh pemerintah), tapi sungguh-sungguh! Karena setiap undang-undang yang disahkan selalu ada kekurangannya. Baru diketok aja udah keliatan kekurangannya. Bertolak dari itu, sebelum kita mengetok RUU KUHP ini, yuk libatkan lagi sebanyak mungkin," ujar Wayan dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan pemerintah di Senayan, Jakarta, Rabu (25/5).

Baca: Sudirta Harap Perubahan UU Narkotika Kedepankan Rehabilitasi

Sebagai anggota dewan dari daerah pemilihan (dapil) Bali, Wayan mengapreasiasi diakomodirnya hukum adat dalam RUU KUHP. Kendati demikian, dia menilai Pasal 2 RUU KUHP yang mengatur pidana adat kembali dimatangkan lagi dengan mengundang para pakar hukum pidana adat dari Universitas Udayana.

"Sebab, andai kata mereka (para ahli) tidak mampu dan merubah substansi dan diksi dari pasal 2, jangan-jangan ada penjelasan yang perlu dijelaskan yang berasal dari pidana adat, yang belum diatur tapi di masyarakat adat masih hidup. Maka perkenankan, kalau masih ada waktu, ahli-ahli hukum adat itu bisa diundang," ujar Wayan.

Dalam hal ini, Wayan mengambil contoh pidana adat yang berlaku di daerah Bali. Kasus perselingkuhan seorang wanita melarikan suami orang misalnya, yang bersangkutan tidaklah dihukum penjara, melainkan didenda. 

Baca: Nico Harap Distribusi STB Selesai Tepat Waktu

"Karena hukum adat mencari kesimbangan, gak dihukum, didenda. Kenapa didenda? Ya, kalau dihukum, penjara penuh dan gak bisa bekerja. Padahal mereka bercinta suka sama suka. Kalau didenda, keluarga yang ditinggal punya modal, gak kehilangan semuanya. Kehilangan satu orang saja. Itu sekedar contoh," ujar dia.

Wayan mengatakan, masyarakat Bali dan tidak menutup kemungkinan di daerah lain masih mengagungkan pidana adat. Alasannya, selain mendatangkan keseimbangan, mekanisme pidana adat juga sederhana, murah dan mengikat masyarakat setempat. Hal ini berbeda jika kasus perselingkuhan dibawah ke ranah pidana KUHP, selain mahal, hal itu juga mendatangkan birokrasi hukum yang bertele-tele.

"Tapi apa lacur, peradilan adat sudah dihapus. Maka berbanggalah, orang seperti saya, ketika muncul pasal 2, ini terima kasih kepada tim pemerintah dan pihak-pihak yang membantu," ucap Wayan.

Quote