Jakarta, Gesuri.id – Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr. Fajar Rizal Ul Haq, menyampaikan apresiasi kepada PDI Perjuangan sebagai partai politik pertama yang menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sekolah gratis bagi rakyat.
Hal tersebut disampaikan Fajar Rizal saat Seminar Nasional bertema 'Mewujudkan Amanat Konstitusi, Pendidikan Dasar Gratis Untuk Meningkatkan SDM Unggul Berdaya Saing' yang digelar DPP PDI Perjuangan di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta, pada Senin (30/6/2025).
“Saya ingin mengapresiasi, saya rasa ini PDI Perjuangan adalah partai pertama yang secara resmi menggelar diskusi mengenai putusan MK yang maha penting ini. Jadi itu membuktikan bahwa PDI Perjuangan adalah suluh perjuangan kaum Wong Cilik. Itu apresiasi pertama kami kepada PDI Perjuangan,” kata Wamen Fajar.
Sebagai informasi, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini menjadi sorotan karena menegaskan bahwa Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak boleh lagi dimaknai hanya berlaku bagi sekolah negeri. Artinya, putusan ini memperluas kewajiban negara untuk menyediakan pembiayaan pendidikan dasar tidak hanya untuk sekolah negeri, tetapi juga untuk sekolah/madrasah swasta.
Putusan MK ini hadir sebagai koreksi fundamental terhadap diskriminasi pembiayaan pendidikan yang selama ini terjadi, sekaligus menjadi pengingat akan amanat konstitusi terkait hak setiap warga negara atas pendidikan dasar yang layak dan tanpa pungutan. Namun, implementasi putusan ini bukan tanpa tantangan. Ada beberapa masalah yang muncul terkait putusan ini.
Baca: Ganjar Beberkan Penyebab Kongres PDI Perjuangan Belum Digelar
Fajar menambahkan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akan taat terhadap putusan MK tersebut. Terlebih, Menteri Dikdasmen Abdul Mu’ti telah menyampaikan dalam beberapa kesempatan. Namun, terkait mekanisme berjalannya putusan MK tersebut sedang dibahas oleh kementerian terkait. Apalagi, kata Fajar, hal tersebut telah dibahas bersama Presiden Prabowo dalam rapat terbatas.
“Dan salah satu penugasannya adalah Kementerian Keuangan untuk bisa mengkalkulasi seperti apa? Maka pemenuhannya bisa dilakukan secara bertahap. Bertahap dan berkelanjutan,” ujarnya.
Fajar mengatakan bahwa Hakim MK Arief Hidayat telah menyampaikan tidak serta-merta putusan MK ini akan membebaskan pungutan dari sekolah swasta mandiri. Sebab, dia mendapati data banyak sekolah swasta mandiri yang tidak menerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tetapi melakukan pungut biaya dari siswa dengan biaya lumayan besar.
“Data kami menunjukkan bahwa anak-anak orang mampu menengah ke atas biasanya lebih suka menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta karena mencari fasilitas yang lebih baik, kualitas yang lebih baik,” ujarnya.
“Nah jika anak-anak tidak mampu atau Wong Cilik ini masuk sekolah swasta, biasanya sekolah swasta menengah ke bawah yang memang kualitasnya perlu kita bantu,” tambahnya.
Dia juga mendapati potret sebagian besar anak-anak didik di level SMP dan SMA bersekolah di sekolah swasta. Oleh karena itu, sangat tidak mungkin bagi pemerintah mengabaikan keberadaan sekolah-sekolah swasta. Apalagi, daya tampung sekolah negeri sangat terbatas.
“Tinggal bagaimana skemanya yang harus dilihat. Tentu ada perhitungan-perhitungan yang harus kami lihat,” kata dia.
Terkait letak geografis juga menjadi perhatian khusus pemerintah jika putusan MK ini dijalankan secara serentak. Fajar mencontohkan bagaimana sistem pendidikan di provinsi kepulauan seperti Kepulauan Riau yang memerlukan pendekatan yang berbeda dengan sekolah di Bogor, Bandung, maupun Aceh.
“Melihat konteks geografis misalnya yang masuk. Saya baru pulang dari Batam, Kepulauan Riau. Pasti pemerintah akan punya pendekatan yang lebih variatif. Tetapi yang tidak bisa kita ubah adalah standar minimum. Bahwa sekolah itu harus bisa berkualitas. Maka standar minimumnya apa yang harus dipenuhi? Termasuk unit pembiayaannya. Nah yang bicara unit pembiayaan tentu adalah Kementerian Keuangan. Kami hanya akan mengatur soal sistemnya dan tata kelolanya,” paparnya.
Selain itu, Fajar mengatakan kesuksesan dari putusan MK itu juga harus melibatkan pemerintah daerah. Karena, urusan pendidikan adalah urusan konkuren, bukan mutlak urusan pusat. Oleh karena itu, pemenuhan keputusan MK ini juga sangat terkait dengan komitmen pemerintah daerah.
“Kalau itu tidak sinergi, tidak sejalan, itu akan stagnan. Jadi poin terakhirnya adalah ini membutuhkan komitmen secara kolektif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena ini menyangkut kewajiban yang sifatnya konkuren,” ujarnya.
Secara khusus, Fajar juga berharap kepada Komisi X DPR RI dan Fraksi PDI Perjuangan untuk mengawal perbaikan dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2003. Hadir dalam acara itu Ketua Panitia Seminar yakni Ketua DPP PDI Perjuangan yang juga Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti.
“Tentu dengan putusan ini kita akan memasukkan aspirasi penting itu di dalam semangat atau jiwa revisi Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003,” kata Fajar.
“Kami juga tentu mohon dukungan, bantuan dari teman-teman PDIP di Komisi X DPR, karena bagaimanapun, parlemenlah sebagai palang pintu kita, tulang punggung kita untuk bisa memastikan amanat MK ini bisa ditunaikan sebaik mungkin,” tandasnya.
Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo
Sebagai informasi, Seminar Nasional ini turut menghadirkan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Arief Hidayat sebagai Keynote Speaker. Lalu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, yang diwakili Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Suprapto, Dr. Lucky Alfirman, dan Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora BRIN, Dr. Yan Rianto, sebagai narasumber.
Wakil Bendahara DPP PDI Perjuangan yang juga Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike menambahkan kegiatan Seminar Nasional ini dihadiri langsung oleh Fungsionaris DPP PDI Perjuangan.
Tampak hadir Prof. Rokhmin Dahuri, Sadarestuwati, Tri Rismaharini, Wuryanti Sukamdani.
Lalu fungsionaris DPD DKI Jakarta, anggota DPRD DKi Jakarta seperti Agustina Hermanto atau Tina Toon serta Jhony Simanjuntak.
Hadir juga fungsionaris PDI Perjuangan Jawa Barat, dan Banten; DPC PDI Perjuangan se-Jabodetabek; Poksi VIII, X, dan XI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan; Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) dan Daerah Marginal; Pimpinan DPRD dari PDI Perjuangan Daerah 3T dan Daerah Marginal serta Pemerhati Pendidikan. Diskusi juga diikuti lebih dari 800 orang melalui Zoom, baik kader partai, anggota fraksi, maupun kepala daerah dari PDI Perjuangan.