Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, menilai reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menjadi ujian besar yang menentukan apakah institusi ini mampu melakukan perubahan substantif atau hanya sebatas simbolik.
Menurut Sudirta, Polri memiliki peran vital dalam menjaga keamanan, menegakkan hukum, sekaligus melindungi masyarakat. Sepanjang perjalanannya, Polri telah menorehkan berbagai capaian penting, termasuk inovasi layanan publik berbasis teknologi, seperti SIM Online dan SPKT Online, hingga pemanfaatan forensik digital dan big data dalam investigasi.
“Polri tidak pernah berhenti melakukan pembenahan. Dari rekrutmen, pelatihan, hingga pengembangan karier berbasis kompetensi, semua diarahkan agar lebih profesional. Pelayanan publik juga semakin terintegrasi dengan unit pengaduan yang lebih responsif,” ujar Sudirta, Rabu (24/9/2025).
Namun, lanjut Sudirta, kepercayaan publik terhadap Polri masih fluktuatif. Survei Indikator Politik Indonesia pada Agustus 2025 mencatat tingkat kepercayaan publik sebesar 62,4%, turun dari sebelumnya di atas 70%. Ia menyebut penurunan itu disebabkan oleh kasus-kasus penyalahgunaan kewenangan, pelanggaran etik, hingga tragedi besar seperti kasus Sambo.
“Publik juga sering mengeluhkan lambannya penanganan laporan. Bahkan muncul anggapan bahwa Pemadam Kebakaran lebih solutif daripada polisi. Fenomena no viral no justice pun memperkuat kesan bahwa Polri belum sepenuhnya melayani secara adil,” tegas pendiri Bali Corruption Watch (BCW) itu.
Dorongan publik mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri melalui Surat Perintah Nomor Sprin/2749/IX/2025 pada 17 September lalu. Tim yang beranggotakan 52 perwira ini dipimpin Komjen Chryshnanda Dwilaksana, dengan Kapolri sebagai pelindung dan Wakapolri sebagai penasihat. Fokus utama tim ini adalah pembenahan organisasi, operasional, pelayanan publik, dan pengawasan.
Meski demikian, Sudirta mengingatkan komposisi tim yang didominasi internal Polri berpotensi membuat reformasi berjalan dalam lingkaran tertutup. Di sisi lain, pemerintah juga membentuk Komite Reformasi Polri di tingkat Presiden dengan menunjuk Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang Kamtibmas dan Reformasi Polri.
“Kalau koordinasi tidak jelas, agenda reformasi bisa tersandera tarik-menarik kepentingan. Apalagi tanpa indikator kinerja terukur, publik sulit menilai apakah reformasi benar-benar berjalan,” kata politisi PDI Perjuangan asal Gianyar itu.

















































































