Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarrok meminta Pemkab Malang untuk menyegel Florawisata Santerra de Laponte Pujon Malang.
Florawisata Santerra de Laponte Pujon Malang. ditengarai tidak mengantongi izin lengkap.
“Kami menerima laporan kalau dinas terkait sudah berulangkali bersurat dan memperingatkan agar perizinan dilengkapi. Sudah enam tahun beroperasi, tetapi terkesan (perizinan) tidak dianggap serius. Rekomendasi saya langsung disegel saja bila perlu,” tegas Zulham Mubarrok, Selasa (3/6).
Baca: Ganjar Ungkap Hal Ini Akan Usulan Solo Jadi Kota Istimewa
Senator yang juga Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini menyebut, sejumlah potensi pelanggaran serius dilakukan oleh pengelola wisata Santerra.
Diantaranya, berdasarkan surat dari Dirjen Pajak Nomor S-227/KKP.1210/2025 tertanggal 14 Mei 2025, yang dikeluarkan KPP Singosari.
Surat ini berisi peringatan agar pengelola wisata Santerra memenuhi kewajiban perpajakan juga pembentukan badan usaha.
Kata Zulham, itu ditengarai bahwa tempat wisata tersebut ternyata belum memiliki badan usaha baik PT ataupun koperasi. Selain itu, Santerra de Laponte juga terindikasi belum memiliki NPWP dan tidak pernah membayar pajak kepada negara.
“Ini menjadi citra buruk bagi Pemkab Malang, kalau semua orang sekonyong-konyong bisa bikin usaha tanpa izin lengkap dan tidak melaksanakan kewajiban pajak ke negara. Lha rakyat kecil aja beli rokok bayar pajak cukai, kok ini pengusaha malah santai dan tidak tertib,” ketus Zulham.
Selain pelanggaran di atas, Zulham menemukan bahwa ada ketidaksesuaian dokumen perizinan yang terdapat pada Florawisata Santerra.
Baca: Ganjar Pranowo Belum Pastikan Maju Pada Pilpres 2029
Pada dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan pada 2019 oleh Pemkab Malang, florawisata itu hanya mendapatkan izin pendirian untuk bangunan seluas 400 meter persegi.
Padahal, kata Zulham, pada dokumen PKKPR Florawisata Santerra yang diterbitkan atas nama perorangan yakni A. Muntholib Al Assyari pada 20 Februari 2024, disebut bahwa tempat wisata itu dikembangkan hingga seluas 3,6 hektare.
“Kami masih mendalami, kalau kemudian di sana ada alih fungsi lahan pertanian Saya kira ini akan menjadi urusan serius. Aparat penegak hukum harus turun tangan untuk melakukan penegakan hukum. Negara dianggap apa kalau mereka terkesan meremehkan aturan,” tegasnya.