Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPP PDI Perjuangan Abdullah Azwar Anas mengkritik fenomena digitalisasi pemerintah yang terjebak pada pembuatan ribuan aplikasi tanpa interkoneksi. Menurutnya, praktik tersebut tidak hanya menghamburkan anggaran, tetapi juga gagal meningkatkan kualitas pelayanan publik.
“Masyarakat masih harus membuka banyak aplikasi yang rumit dan terduplikasi. Anggaran digital besar, tapi rakyat tidak merasakan manfaatnya,” tegas Anas dalam paparannya di diskusi panel sesi I yang merupakan rangkaian Seminar Nasional Peringati Hari Anti Korupsi Sedunia di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (9/12).
Ia mencontohkan sejumlah negara seperti Denmark, Finlandia, Estonia, dan Singapura yang berhasil menurunkan tingkat korupsi dan meningkatkan layanan publik karena sistem digital mereka terintegrasi dan sederhana. “Kuncinya interoperabilitas, bukan menambah jumlah aplikasi,” kata Mantan Menteri PAN-RB tersebut.
Anas memaparkan bahwa pemerintah Indonesia masih terjebak pada pola lama: setiap sektor membuat aplikasi sendiri sehingga tidak terhubung satu sama lain. Akibatnya, data tidak sinkron, pelayanan tetap lambat, dan kebocoran anggaran masih terjadi. “Aplikasi memang terlihat modern, tapi berjalan sendiri-sendiri. Yang rugi rakyat,” ujarnya.
Ia memberi contoh keberhasilan beberapa daerah, termasuk Banyuwangi, yang telah menerapkan satu portal layanan publik terpadu. Sistem ini memudahkan masyarakat mengurus layanan seperti izin usaha, KTP, dan pelayanan dasar lainnya hanya melalui satu pintu.
Menurut Anas, digitalisasi yang ideal harus mendukung transparansi dan memotong proses bisnis yang panjang. “Kalau izin masih berbelit, itu tanda aplikasi hanya kosmetik,” katanya.
Ia menegaskan bahwa partai politik juga harus mendorong kepala daerah melakukan transformasi digital yang benar. “Digitalisasi yang berorientasi pelayanan akan menekan potensi korupsi dan memperkuat kepercayaan publik,” ujarnya.

















































































