Ikuti Kami

Deddy Sitorus Ingatkan Dampak Jangka Panjang Politik Transaksional dan Politik Uang

Uang Rp300.000 dari praktik serangan fajar hanya bertahan dua hari, sementara dampak buruknya dirasakan selama lima tahun penuh. 

Deddy Sitorus Ingatkan Dampak Jangka Panjang Politik Transaksional dan Politik Uang
Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Sitorus dalam Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Berkelanjutan Tahun 2025 yang digelar di Hotel Duta, Tarakan, bekerja sama dengan KPU RI.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Sitorus, menegaskan pentingnya membangun pemilih cerdas demi mewujudkan kualitas demokrasi yang lebih baik. 

Pesan itu ia sampaikan dalam kegiatan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Berkelanjutan Tahun 2025 yang digelar di Hotel Duta, Tarakan, bekerja sama dengan KPU RI.

“Kenapa banyak di lingkungan kita yang seharusnya dapat bantuan tidak dapat? Kenapa kita bisa tidak dapat jalan, tidak dapat gas melon, kenapa harga barang tinggi tidak karu-karuan, kenapa anak kita semua cari kerja sulit? Yang harusnya memikirkan itu semua adalah orang-orang atau wakil rakyat yang sudah dipilih, tapi tidak terjadi. Kenapa? Sudah dibayar,” tegas Deddy dikutip Kamis (11/12). 

Ia menyampaikan kritik keras terhadap politik transaksional dan menegaskan politik uang menjadi akar persoalan minimnya kinerja wakil rakyat setelah terpilih.

Di hadapan warga Tarakan, Deddy menjelaskan banyak masyarakat yang seharusnya menerima bantuan sosial, PKH, atau program pendidikan seperti PIP/KIP Kuliah, justru tidak memperoleh haknya karena ada transaksi politik saat kampanye. 

“Memang begitu faktanya, karena transaksi kita dengan orang yang kita pilih, baik untuk DPRD kota, provinsi, RI, Gubernur, Walikota, Presiden, selesai setelah kita terima Serangan Fajar,” ujarnya.

Deddy juga mengingatkan uang Rp300.000 dari praktik serangan fajar hanya bertahan dua hari, sementara dampak buruknya dirasakan selama lima tahun penuh. 

“Jadinya, enggak ada itu habis Pemilu. Anak saya enggak punya BPJS, saya datang membayar mau masuk rumah sakit, enggak ada kartunya. Dia bilang urusan apa maksudnya? Sudah terima kemarin Rp300.000. Itulah yang terjadi kalau kita sebagai pemilih tidak memilih berdasarkan apa-apa, kecuali karena kita dapat uang ya,” tegasnya.

Kerusakan akibat politik uang, lanjut Deddy, tidak hanya merugikan individu, tetapi juga merusak kebaikan bersama seperti infrastruktur buruk dan minimnya akses pendidikan. 

“Yang paling parah, anaknya bapak/ibu yang tidak sanggup sekolah kan enggak dapat PIP, tidak dapat KIP Kuliah, padahal tidak mampu kenapa? Karena mereka terpilih enggak punya utang sama bapak/Ibu-nya, saya punya utang sama mereka donatur politik,” ujarnya.

Karena itu, Deddy menekankan bahwa tujuan utama pendidikan pemilih adalah mendorong perubahan perilaku politik masyarakat. 

“Supaya ke depan keadaan menjadi lebih baik, itu tadi untuk anak-anak kita. Semakin banyak orang tidak mau menerima uang politik, semakin banyaklah orang-orang baik punya peluang untuk memperjuangkan anak kita bersama,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemkot Tarakan, Ilyas, mewakili Wali Kota Tarakan, menyampaikan apresiasi atas inisiatif Deddy Sitorus. Ia menilai program tersebut sebagai pondasi penting bagi demokrasi sehat dan lahirnya pemilih yang cerdas. 

Senada, Ketua KPU Provinsi Kaltara, Hariyadi Hamid, juga menyambut baik kolaborasi ini. 

“Momennya itu sangat langka acara seperti ini, sehingga kemudian itu bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya aspirasinya, sehingga bisa memperjuangkan masyarakat Kalimantan. Itu poin yang penting ingin saya sampaikan,” pungkasnya.

Quote