Jakarta, Gesuri.id - Di seminar internasional 70 Tahun Konferensi Asia–Afrika (KAA) di Blitar, Megawati Soekarnoputri menyerukan hal yang semakin mendesak di tengah revolusi teknologi dunia: pembangunan etika global baru untuk mengendalikan kecerdasan buatan (AI) dan kekuatan algoritma.
“Dunia kini membutuhkan regulasi global baru — a new global ethics — untuk menata kembali hubungan kekuasaan dalam ranah teknologi, ekonomi, dan informasi,” kata Megawati, Presiden Kelima RI, di hadapan delegasi dari 32 negara, Sabtu (1/11).
“Kemajuan teknologi tanpa dasar moral hanya akan melahirkan bentuk penindasan baru.”
Baca: Ganjar Pranowo Tekankan Pentingnya Kritik

Megawati menilai, dunia saat ini sedang bergerak cepat secara teknologi namun kehilangan arah secara moral.
AI, big data, dan sistem digital lintas batas membawa peluang besar, tetapi juga risiko dominasi baru ketika teknologi tidak diimbangi dengan tanggung jawab kemanusiaan.
“Kita menyaksikan bagaimana teknologi mampu menembus batas negara, tapi sekaligus mengikis batas nurani,” ujarnya.
“Karena itu, AI harus diatur bukan hanya oleh hukum, tetapi juga oleh moralitas dan nilai-nilai kemanusiaan.”
Menurut laporan World Economic Forum 2025, lebih dari 60 persen pemimpin dunia mengakui belum ada konsensus global tentang etika AI, termasuk batas penggunaan data dan tanggung jawab atas keputusan algoritma.
Hal ini menimbulkan risiko besar: diskriminasi digital, penyalahgunaan informasi, hingga manipulasi sosial dan politik berbasis data.
Megawati menawarkan Pancasila sebagai kerangka etik universal yang mampu menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan nilai kemanusiaan.
“Pancasila menyeimbangkan antara dunia materiil dan spiritual, antara hak individu dan tanggung jawab sosial. Prinsip itu penting diterapkan dalam dunia digital yang cenderung menuhankan efisiensi,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa kemajuan teknologi tidak boleh menjauhkan manusia dari tanggung jawab sosialnya.
“Kita membutuhkan keberanian moral seperti yang pernah ditunjukkan Bung Karno. Dunia memerlukan kepemimpinan yang bukan hanya visioner, tetapi juga berperikemanusiaan,” kata Megawati.
Pidato Megawati menempatkan Indonesia dalam posisi sebagai pengusung etika global di era AI. Dengan populasi digital yang besar dan fondasi nilai kemanusiaan yang kuat, Indonesia disebut berpotensi menjadi jembatan antara kemajuan teknologi dan moralitas global.

Baca: Ganjar Ajak Kader Banteng NTB Selalu Introspeksi Diri
Menurut data ITU 2025, Indonesia termasuk 10 besar negara dengan pertumbuhan AI tercepat di dunia. Namun, belum memiliki kerangka hukum dan etika nasional yang komprehensif untuk AI. Inilah tantangan yang disebut Megawati sebagai “panggilan moral baru” bagi bangsa-bangsa Selatan Dunia (Global South).
Megawati menegaskan bahwa yang dibutuhkan dunia saat ini bukan hanya negara superpower, tetapi “super-moral power” — kepemimpinan yang mampu menuntun arah teknologi dengan nilai kemanusiaan.
“Dunia yang baru bukanlah dunia yang tunduk pada mesin dan modal, tetapi dunia yang menempatkan manusia sebagai pusat peradaban,” ujarnya dengan tegas.
“Mari kita bangun dunia yang tidak diatur oleh algoritma tanpa hati nurani, tetapi oleh nilai-nilai yang memuliakan kehidupan.”

















































































