Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Edy Wuryanto, mengingatkan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi memicu inflasi apabila rantai pasokan—terutama pasokan telur dan ayam petelur—tidak disiapkan dengan matang sejak sekarang.
Menurutnya, lonjakan permintaan yang tidak diimbangi pasokan lokal akan memicu gejolak harga dan mengganggu tujuan pemerataan ekonomi dari program tersebut.
Edy juga menilai penunjukan Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang sebagai Ketua Pelaksana Harian MBG merupakan langkah tepat untuk memperkuat pengelolaan rantai pasokan. “Saya apresiasi Bu Nanik diangkat jadi ketua pelaksana harian program MBG. Itu top. Jadi Pak Dadan fokus ngurusi 30.000 dapur, Bu Nanik ngurusi supply chain,” ujarnya dalam RDP bersama Kepala BGN di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/11).
Namun Edy mengingatkan ancaman serius yang dapat terjadi jika rantai pasok tidak disiapkan sejak dini. Ia menegaskan bahwa Menteri Keuangan telah menyampaikan besarnya dampak MBG terhadap pemerataan dan pertumbuhan ekonomi.
“Kalau tidak dilakukan dengan baik, terlambat, nanti yang terjadi inflasi,” tegasnya.
Untuk menggambarkan urgensi masalah, Edy mencontohkan kondisi di Kabupaten Grobogan. Berdasarkan perhitungannya, satu dapur MBG membutuhkan sekitar 4.000 populasi ayam petelur. Dengan 125 dapur di Grobogan, total kebutuhan mencapai 500.000 populasi ayam petelur. Namun para peternak lokal hanya mampu menyediakan sekitar 200.000. “Artinya Grobogan saja kurang 300.000 populasi ayam petelur,” jelas Edy.
Ia menambahkan, jika kebutuhan ini tidak segera dipenuhi, maka pada Januari potensi inflasi sangat mungkin terjadi. Situasi tersebut, menurutnya, akan kontraproduktif dengan konsep Soemitronomics yang ditekankan Menteri Keuangan. Ia juga menilai kepala daerah belum sepenuhnya memahami efek domino dari ketidaksiapan rantai pasok.
Edy menegaskan, dana besar yang berputar dari program MBG harus dinikmati oleh peternak lokal, bukan pihak luar. “Dengan 125 dapur, puteran uang satu tahun bisa satu triliun di Grobogan. Tidak pernah ada uang sebesar itu digelontorkan. Saya agak worry ketika negara melalui Danantara masuk ke wilayah ini. Biar ini dinikmati peternak,” tegasnya.
Ia bahkan mengisahkan masa kecilnya ketika orang tuanya berjualan telur ayam petelur. Pengalamannya itu membuatnya memahami betapa rentannya sektor peternakan jika permintaan tinggi tidak dibarengi dengan pasokan memadai. “Demand tinggi, supply kurang. Bahaya ini. Tugas Bu Nanik. Jadi nanti yang pusing bukan lagi Pak Dadan, Bu Nanik yang pusing,” ucapnya.
Di sisi lain, Edy tetap memberikan apresiasi terhadap langkah BGN memperkuat tata kelola SPPG dan mempercepat implementasi MBG. Ia menilai perkembangan hasil rapat sebelumnya menunjukkan peningkatan konsolidasi dan gotong royong antar-instansi.
“Harapan kita teman-teman BGN semakin kompak karena ke depan semakin berat. Penguatan tata kelola SPPG juga sudah terasa, termasuk kesadaran terhadap Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi penjamah makanan,” tuturnya.
Menurut Edy, pengawasan ke dapur-dapur MBG dan sekolah-sekolah menunjukkan komitmen bersama dalam memastikan kualitas layanan dan keamanan pangan untuk anak-anak penerima manfaat program.

















































































