Ikuti Kami

Sihar: Anggaran Jumbo MBG Harus Perkuat Ekosistem Lokal, Bukan Bentuk Rantai Pasok Baru yang Mematikan UMKM

MBG pada dasarnya membangun ekosistem baru dalam rantai pasok pangan. Karena itu, anggaran besar harus memberikan kontribusi nyata

Sihar: Anggaran Jumbo MBG Harus Perkuat Ekosistem Lokal, Bukan Bentuk Rantai Pasok Baru yang Mematikan UMKM
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Sihar Sitorus - Foto: Capture Youtube TV Parlemen DPR RI

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Sihar Sitorus mengingatkan pemerintah agar lebih cermat dalam mempersiapkan ekosistem ekonomi Program Makan Bergizi Gratis (MBG), terutama karena skala anggaran program ini sangat besar dan berdampak langsung pada kehidupan ekonomi masyarakat.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Gizi Nasional (BGN) di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/11), Sihar menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh membangun ekosistem baru yang justru menggeser atau mematikan rantai pasok kecil yang sudah lama hidup di tengah masyarakat.

“Program MBG dengan anggaran jumbo mendekati Rp100 Triliun perlu kita cermati dari sisi ekosistemnya. Pemerintah harus melihat sisi mana dari supply chain yang menjadi beban berat masyarakat untuk bisa berkembang ikut terlibat dalam ekosistem MBG. Jangan sampai pemerintah menciptakan ekosistem sendiri dan ini bisa ‘membunuh’ mata rantai industri kecil yang sudah ada, melainkan memperkuat supply chain rakyat agar manfaat ekonomi langsung dirasakan masyarakat,” tegasnya.

Ia mencontohkan kebutuhan pakan ternak dan ikan yang menjadi komponen biaya terbesar bagi peternak dan nelayan. Jika harga bahan baku tersebut mahal, kata Sihar, pemerintah seharusnya memberikan insentif agar pelaku kecil bisa naik kelas, bukan malah pemerintah yang menjadi pemain utama.

“Misalnya harga pakan ternak mahal, harusnya pemerintah hadir memberikan insentif agar masyarakat bisa berkembang menjadi ‘pemain’, bukan malah pemerintah yang menjadi pemain utamanya,” ujarnya.

Sihar menjelaskan, MBG pada dasarnya membangun ekosistem baru dalam rantai pasok pangan. Karena itu, ia menilai anggaran besar harus memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan ekonomi rakyat.

“Kalau kita bicara ekosistem, tentunya harusnya kita berbicara di mana high cost economy-nya? Apakah di ayam itu sendiri, di pakan ternaknya, ataukah di kualitas bibit ayamnya?” kata Sihar.

Dengan anggaran yang mendekati Rp100 triliun, ia ingin memastikan dampaknya nyata pada ekonomi nasional. “Jika dikuantifikasi, program ini bisa menambah pertumbuhan ekonomi sekitar 0,04 persen. Ini cukup signifikan untuk satu kegiatan pemerintah,” jelasnya.

Karena itu, Sihar menegaskan pentingnya memastikan semua rantai pasok mulai dari peternak, sentra produksi, hingga nelayan ikut menikmati manfaat program. “Misalnya, dari dapil saya di Sumut 2 yang sangat kaya ikan. Berapa persen pasokan ikan dari daerah tersebut untuk MBG?” tanyanya.

Selain aspek ekosistem dan ekonomi, Sihar juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam menjaga kualitas pangan. Menurutnya, masyarakat harus merasa memiliki program ini agar terlibat aktif dalam memastikan makanan yang disajikan aman.

“Seandainya ada kejadian keracunan, masyarakat juga harus merasa bertanggung jawab. Jangan-jangan saya nih yang kurang bersih mempersiapkan sayur-sayuran,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa ekosistem MBG harus mendorong gotong royong, kreativitas, dan inovasi masyarakat, bukan malah terkendala oleh biaya tinggi di rantai pasok.

“Kita ingin masyarakat punya ruang kreatif dan inovatif, bukan malah terhambat oleh high cost economy. Ini harus kita carikan solusinya,” tandas Sihar.

Ia berharap seluruh pihak yang terlibat dapat merasakan diri sebagai bagian penting dari keberhasilan program. “Jadi semua ikut bertanggung jawab, bukan hanya menyalahkan si A atau si B,” tutupnya.

Quote