Jakarta, Gesuri.id — Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Harris Turino, memuji semangat optimisme Menteri Keuangan yang disebutnya sangat diperlukan di saat kondisi ekonomi global maupun domestik belum sepenuhnya stabil. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Kerja Komisi XI dengan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/11).
Harris menyebut sejak awal dilantik, Menkeu menunjukkan sikap penuh optimisme dalam menghadapi tantangan ekonomi. Menurutnya, energi positif ini penting untuk menuntun arah kebijakan fiskal. Namun ia menegaskan, optimisme saja tidak cukup tanpa langkah konkret menghadapi persoalan mendasar, terutama pajak.
“PR kita masih banyak, terutama di sektor pajak. Penerimaan pajak baru mencapai 70 persen jika dibandingkan dengan laporan semester (labsem), dan baru 66 persen dari target APBN 2.187 triliun,” ujarnya.
Ia kemudian menyinggung tren 2023 dan 2024, di mana selalu terjadi lonjakan penerimaan pada November dan Desember. Lonjakan itu berada pada kisaran 23–24 persen, dan jika pola yang sama diterapkan pada 2025, maka estimasi penerimaan pajak hanya akan mencapai 89–91 persen.
Dengan perhitungan itu, Harris menghitung penerimaan pajak hanya berada di angka Rp1.931 hingga Rp1.950 triliun — masih jauh di bawah target labsem maupun APBN. “Ini persoalan serius. Kita harus jujur melihat kenyataannya,” ucapnya.
Karena itu, ia meminta penjelasan mengenai akar persoalan serta langkah mitigasi yang harus segera dilakukan. Menurutnya, APBN 2026 yang sudah ditetapkan sebesar Rp2.357 triliun membutuhkan strategi pengumpulan pajak yang lebih solid karena kenaikannya hampir mencapai Rp400 triliun.
Ia menilai target tersebut perlu diuji apakah realistis, mengingat pemerintah membutuhkan dana besar untuk program strategis nasional. “Pajak yang tak tercapai akan berdampak pada realisasi belanja dan defisit membengkak. Ini bukan hanya tugas Dirjen Pajak, tetapi orkestrasi penuh Menkeu,” tutur Harris.
Dalam kesempatan itu ia kembali menekankan pentingnya strategi penagihan, termasuk menyentuh 200 wajib pajak besar yang masih menunggak. “Selama ini yang patuh justru terus dikejar, SP2DK muncul menjelang akhir tahun. Pola seperti ini harus dievaluasi,” tegasnya.

















































































