Ikuti Kami

Junimart Minta Kejelasan Pola Komunikasi Pemerintah

Hal itu terkait dengan banyaknya kasus tumpang tindih dan kepastian hukum kepemilikan tanah. 

Junimart Minta Kejelasan Pola Komunikasi Pemerintah
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang meminta kejelasan pola komunikasi pemerintah, khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

Hal itu terkait dengan banyaknya kasus tumpang tindih dan kepastian hukum kepemilikan tanah. 

Junimart mencontohkan, ada kasus tanah rakyat di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara yang tiba-tiba diklaim menjadi tanah hutan, padahal tanah tersebut sudah bersertifikat lebih 20 tahun. 

Baca: Puan Pastikan Megawati Telah Kantongi Nama Capres!

“Nah, ini bagaimana komunikasi antara Kementerian ATR/BPN dengan KLHK? Ini tolong dibangun (komunikasinya), karena kita sudah sepakat juga dengan Komisi IV, untuk melakukan rapat gabungan. Kecuali kalau Pak Menteri mengatakan bahwa sudah ada komunikasi supaya tidak tumpang tindih, kasian masyarakat Pak,” jelasnya dalam Rapat Kerja Komisi II dengan Menteri ATR/BPN, di Ruang Rapat Komisi II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, (21/11).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menjelaskan, sesuai perintah Presiden Joko Widodo tentang kepastian hukum pertanahan bahwa sertifikat Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah dokumen tertinggi dan paling istimewa, yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. 

Namun nyatanya fakta di lapangan, menurutnya, sertifikat ini kerap kalah dengan Peraturan Menteri (Permen) KLHK

“Ternyata kepastian hukum yang (ada) di (masyarakat) bawah, yang dilindungi (negara), bisa dikalahkan oleh Permen, Pak. Tiba-tiba mereka sudah menetapkan patok kawasan hutan, padahal itu (sudah) sertifikat. Sementara Pak Jokowi mengatakan sertifkat adalah dokumen tertinggi dan paling istimewa bisa menyejahterakan masyarakat. (Dengan adanya sertifikat itu) bisa minta pinjaman ke bank. Nah, dengan adanya kawasan hutan, bank tidak mau terima, Pak. Ini sudah kejadian Pak Menteri,” jelasnya.

Lebih lanjut, Junimart menjelaskan mengenai kasus pertanahan di Kabupaten Batubara ini sudah dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPD tingkat I (provinsi) dan tingkat II (kabupaten/kota). 

Bahkan, juga sudah dikirimkan surat ke kementerian terkait tapi belum mendapatkan tanggapan.

Baca: Guru PAUD Gerbong Terdepan Tanamkan Fondasi Kebangsaan

“Belum di daerah lain, Sulawesi Selatan,Kalimantan Barat. Jadi, hampir seluruh Indonesia Pak, selalu berbicara tentang Hak Guna Usaha (HGU). Yang notabenenya itu HGU menjadi kewenangan dari kementerian (LHK) untuk menerbitkan. Tetapi kan masalahnya masyarakat tidak mau tahu, tahunya (sertifikat keluar dari) BPN. Jadi, mereka selalu menuntut BPN, Pak,” paparnya.

Di akhir penyampaian, Junimart menduga yang menjadi pemicu dari kasus ini adalah oknum pekerja PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di daerah tersebut, yang diduga mengekspansi tanah di luar HGU. 

“Sumber pemicu itu tentu PTPN nya, Pak. Mereka punya 100 (hektare), ini kan fakta di lapangan, mereka tidak pergunakan 100 (hektare untuk) menghindari pajak. Mereka pergunakan 50 hektare. Tetapi mereka ekspansi keluar, Pak. Bahkan lebih luas, mereka ambil dari luar.  Itulah tanah masyarakat. Ini menjadi fakta, kalau itu diukur ulang, saya yakin bahwa mereka betul-betul mengambil tanah rakyat. Ini perlu (menjadi perhatian) Pak Menteri supaya Pak Menteri juga bisa turun langsung ke lapangan. Hampir di seluruh Indonesia begitu,” tutupnya.

Quote