Ikuti Kami

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan Laporkan Prabowo ke KPK

Laporan ini terkait dugaan korupsi pengadaan jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar. 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan Laporkan Prabowo ke KPK
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan.

Jakarta, Gesuri.id - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan melaporkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi pengadaan jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar. 

Laporan disampaikan perwakilan koalisi, seperti Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Imparsial, ICW, TII, Centra Initiative, Setara Institute, HRWG, Lingkar Madani, dan KontraS.

"Ada sejumlah problematika yang koalisi pantau dari proses pengadaan pesawat Mirage 2000-5 dan patut untuk ditelusuri lebih lanjut oleh KPK," ujar Koordinator PBHI Julius Ibrani.

BaCa: Ganjar Pranowo Berpeluang Dapatkan Trah Gelar Wahyu Mataram

Pertama, indikasi kemahalan harga saat merencanakan ingin melakukan pengadaan pesawat Mirage 2000-5. Merujuk pada informasi resmi Kemenhan RI, nilai kontrak sebesar USD 66 juta per-unit untuk Mirage 2000-5 beserta beberapa item lain yang melekat.

Sementara, harga beli Indonesia terhadap Mirage 2000-5 sesuai kontrak tersebut jauh lebih mahal daripada harga beli pesawat yang ada di kisaran USD 30 juta.

"Di beberapa sumber lain menyebutkan bahwa harga pesawat itu adalah USD 23 juta," ucapnya.

Namun harga ini konon belum memperhitungkan biaya jangka panjang yang terkait dengan biaya pemeliharaan, pelatihan, dan operasional.

Julius menekankan bahwa pembelian jet tempur Mirage 2000-5 bekas pemakaian Angkatan Udara Qatar selama 27 tahun, dengan harga yang mencapai dua kali lipat harga beli, harus dipertimbangkan bahwa nilai ekonomis pesawat sudah turun bahkan habis.

Jika Indonesia membeli 12 unit pesawat tersebut, maka akan ada kelebihan harga sekitar USD 33 juta/unit.

Kedua, pembelian pesawat Mirage 2000-5 oleh Indonesia patut diduga melanggar UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Koalisi mengutip Pasal 43 Ayat (3) UU a quo; bahwa dalam hal alat peralatan pertahanan dan keamanan dalam negeri belum dapat dipenuhi oleh industri pertahanan, pengguna dan industri pertahanan dapat mengusulkan kepada KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) untuk menggunakan produk luar negeri dengan pengadaan melalui proses langsung antar pemerintah atau kepada pabrikan.

Merujuk kepada pasal di atas, hanya ada dua mekanisme di mana Kementerian Pertahanan dapat melakukan pembelian alutsista dari luar negeri.

Dua mekanisme itu adalah dengan skema Government to Government (G to G) atau pembelian langsung dengan pabrikan.

Ketiga, koalisi menyebut adanya indikasi penerimaan suap oleh pejabat di Kementerian Pertahanan (Kemenhan), sebagaimana pemberitaan yang diterbitkan oleh msn.com.

Pemberitaan itu terkait penyelidikan oleh Badan Antikorupsi Uni Eropa (GRECO) terhadap kontrak pembelian pesawat Mirage 2000-5 bekas antara Pemerintah Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan dengan Pemerintah Qatar.

Pemberitaan media itu juga menyebutkan indikasi pemberian kick-back sebesar 7 persen dari total kontrak, yakni sebesar USD 55,4 juta yang digunakan untuk pendanaan kampanye presiden pada Pilpres 2024.

Koalisi menilai adanya kick-back yang sangat fantastis itu untuk pendanaan kampanye, bukan hanya berarti adanya dugaan korupsi berupa suap, tetapi juga dugaan pelanggaran Pemilu dalam konteks pidana.

BaCa: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo

Atas permasalahan tersebut, koalisi masyarakat sipil meminta KPK melakukan dua hal.

Pertama, segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan terkait dengan pengadaan pesawat Mirage 2000-5.

Kedua, membangun komunikasi dan kerja sama dengan badan-badan antikorupsi internasional, khususnya The Group of States Against Corruption (GRECO) guna mengusut tuntas dugaan perkara ini.

"Sebab, sejumlah perkara korupsi yang pernah ditangani oleh KPK dapat diproses lebih lanjut karena adanya kerja sama internasional yang baik," kata Julius.

Quote