Ikuti Kami

Matindas Rumambi Anggap Pemerintah Lemah Atasi Isu Kerukunan

Matindas menilai draf itu masih diskriminatif, terutama bagi kelompok minoritas.

Matindas Rumambi Anggap Pemerintah Lemah Atasi Isu Kerukunan
Anggota Komisi VIII DPR RI Matindas J Rumambi.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VIII DPR RI Matindas J Rumambi, menyoroti draf Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (PKUB). 

Ia menilai draf itu masih diskriminatif, terutama bagi kelompok minoritas. Menurut Matindas, Ranperpres ini belum mampu menjawab tantangan kehidupan antar umat beragama.

"Ranperpres tersebut belum secara komprehensif mengatur perlindungan hak-hak kelompok minoritas," ujarnya.

Matindas menyoroti syarat dukungan 60 orang untuk pendirian rumah ibadah. Syarat ini dinilai menjadi celah penolakan. Padahal, kasus penolakan rumah ibadah sangat dominan.

Baca: Ganjar Miliki Kenangan Tersendiri Akan Sosok Kwik Kian Gie

Ia juga menekankan perlunya sanksi bagi kepala daerah. Sanksi itu diberikan jika kepala daerah lambat memberi keputusan. Ini bertujuan agar dinamika di lapangan tidak berkepanjangan.

Ranperpres ini perlu dikaji ulang. Masukan dari berbagai pihak harus dipertimbangkan. Tujuannya untuk memenuhi hak-hak minoritas. Ranperpres ini harusnya memfasilitasi kegiatan ibadah. Juga mempermudah pendirian rumah ibadah.

Kasus penolakan ibadah sempat ramai diberitakan. Kasus serupa  terjadi di Sukabumi, Jawa Barat dan Sumatera Barat.

Masyarakat menilai pemerintah lemah dalam menangani masalah ini. Ranperpres ini diharapkan menjadi solusi permanen.

Seperti diketahui, Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (PKUB) disusun untuk menggantikan Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

Ranperpres ini diharapkan bisa menjadi regulasi yang lebih komprehensif, namun drafnya masih menuai kritik dari berbagai pihak.

Berikut adalah beberapa poin krusial yang ada dalam Ranperpres PKUB

1.Syarat Pendirian Rumah Ibadah

Draf Ranperpres ini masih memuat persyaratan yang dianggap bermasalah.

Salah satunya adalah syarat dukungan masyarakat yang harus dipenuhi untuk mendirikan rumah ibadah. Poin ini masih memicu polemik karena dinilai berpotensi menjadi celah bagi sekelompok orang untuk menolak pendirian tempat ibadah, terutama bagi kelompok minoritas.

2. Perlindungan Hak Minoritas

Ranperpres PKUB dianggap belum secara komprehensif mengatur perlindungan hak-hak kelompok minoritas dalam mendirikan tempat ibadah dan menjalankan ritual keagamaan. Namun banyak yang ini menilai draf ini belum sepenuhnya inklusif.

3. Wewenang Kepala Daerah

Draf ini disebut perlu memuat sanksi bagi Kepala Daerah yang tidak memberikan keputusan pendirian rumah ibadah dalam batas waktu tertentu setelah diajukan.

Hal ini dianggap penting untuk mencegah dinamika di lapangan yang berkepanjangan dan memberikan kepastian hukum.

4. Inklusi Penghayat Kepercayaan

Ranperpres PKUB diharapkan dapat menginklusikan eksistensi dan hak-hak Penghayat Kepercayaan.

Namun, beberapa pihak menilai draf yang ada masih minim dalam menyebutkan perihal ini, sehingga belum sepenuhnya mengakomodasi kepentingan mereka.

Ia menyoroti peristiwa penangkapan dua terduga teroris di Banda Aceh. Salah satu tersangka adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kanwil Kemenag Aceh.

Matindas mendukung penuh langkah penegakan hukum oleh Densus 88. Menurutnya, radikalisme di lingkungan ASN tidak bisa ditoleransi.

"Hal ini dapat mengancam kepercayaan publik," ujar Matindas.

Baca:  Teknologi Kian Gerus Dunia Pekerjaan

Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya pembinaan internal. Terutama di lingkungan ASN. Kemenag harus memastikan setiap pegawai memahami moderasi beragama. Ini adalah langkah fundamental.

Tujuannya agar peristiwa serupa tidak terulang lagi.Program moderasi beragama harus dijalankan secara berkelanjutan.

Hal ini agar nilai-nilai tersebut menjadi budaya kerja. ASN adalah garda depan pelayanan publik. Mereka harus menunjukkan nilai-nilai toleransi dan anti-kekerasan. Matindas juga menegaskan pentingnya nasionalisme dan integritas.

"Tidak ada ruang untuk radikalisme di birokrasi," tegasnya.

Peristiwa ini diharapkan jadi evaluasi. Seluruh lembaga pemerintah harus memperkuat pengawasan internal. Matindas kembali menyampaikan dukungan penuh untuk aparat. Ia berharap kasus ini diusut tuntas secara adil dan transparan.

Quote