Ikuti Kami

Meryl: PKPU No.10 Tahun 2023 Rugikan Keterwakilan Perempuan dalam Kontestasi Pemilu

Meryl: Peraturan PKPU tidak boleh bertentangan dengan UU sebagai hierarki perundangan yang lebih tinggi tidak boleh kontradiktif.

Meryl: PKPU No.10 Tahun 2023 Rugikan Keterwakilan Perempuan dalam Kontestasi Pemilu
Politisi Perempuan Muda Meryl Rouli Saragih.

Sumut, Gesuri.id - Politisi perempuan muda Meryl Rouli Saragih mengkritisi peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 10 tahun 2023 yang dinilai merugikan keterwakilan kaum perempuan Indonesia dalam kontestasi pemilihan umum di DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kota/Kabupaten.

Demikian disampaikan Meryl kepada Gesuri.id, Rabu (10/5) sore.

Baca: Relawan Sahabat Ganjar Serahkan Dukungan ke Kantor DPD PDI Perjuangan Kalsel

Menurutnya, peraturan KPU melanggar ketentuan Pasal 245 UU 7/2017 sebab penggunaan rumus pembulatan kebawah sebagaimana terdapat dalam Pasal Pasal 8 ayat (2) huruf b PKPU 10/2023 jo. Lampiran IV Keputusan 352/2023 akan berdampak pada keterwakilan perempuan kurang dari 30% pada sejumlah daerah pemilihan (dapil).

"Seharusnya peraturan PKPU tidak boleh bertentangan dengan UU sebagai hierarki perundangan yang lebih tinggi tidak boleh kontradiktif," ungkap perempuan yang duduk sebagai legislator di provinsi Sumut itu.

Pada 17 April 2023 KPU telah menetapkan Peraturan KPU No. 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Salah satu klausul dalam PKPU tersebut, yaitu Pasal 8 ayat (2) huruf b.

Pengaturan tersebut lalu diikuti dengan penerbitan Keputusan KPU No. 352 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, yang lebih rinci mendetilkan implementasi dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 tersebut. 

"Ketentuan dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b PKPU 10/2023 jo. Lampiran IV Keputusan 352/2023 secara nyata bertentangan dengan norma yang lebih tinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 245 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan bahwa “Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).” jelasnya.

"Peraturan KPU tersebut kesannya menghalangi keterwakilan dan represntasi perempuan di lembaga legislatif, justru seharusnya dinaikkan sesuai dengan perimbangan jumlah perempuan dan laki-laki di Indonesia," jelas politisi fraksi PDI Perjuangan itu.

Lebih lanjut, ia mengatakan jika dilihat berdasarkan jenis kelamin sampai 31 Desember 2021 Jumlah laki-laki sekitar 138,3 juta jiwa (50,5%) sementara perempuan 135,57 juta jiwa (49,5%) harusnya malah jumlah persentasinya dinaikkan ke 40-50% ini kok malah dibuat pembulatan kebawah.

Baca: Kepala BP Pemilu Depok: Caleg Harus Mampu Berikan Atmosfer Positif ke Rakyat

"Saat ini banyak anggota dpr tingkat kab/kota, prov, RI yang sudah berkiprah, bekerja utk rakyat dan berprestasi seharusnya ini semakin di endorse, didukung dan diberi ruang bukan hanya untuk memenuhi presentase tapi juga representasi dan juga diberikan kesempatan untuk berada di posisi strategis menyesuaikan kepentingan perempuan. aturan ga boleh kontradiktif dan malah kalau dr segi perbandingan jumlah penduduk malah harusnya minimal Keterwakilan di 40-50 persen," tegasnya.

"Justru perempuan harus dilibatkan untuk mengambil keputusan dan kebijakan strategis untuk kemajuan bangsa," pungkas perempuan yang menjabat sebagai ketua Bapemperda DPRD provinsi Sumut itu.

Quote