Ikuti Kami

MY Esti Desak Evaluasi Menyeluruh Pelaksanaan Program MBG

Tingginya kasus keracunan makanan di sejumlah daerah dinilai menjadi peringatan serius terhadap sistem yang digunakan pemerintah saat ini.

MY Esti Desak Evaluasi Menyeluruh Pelaksanaan Program MBG
Wakil Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayanti.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayanti mendesak adanya evaluasi menyeluruh terkait pelaksanaa program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Tingginya kasus keracunan makanan di sejumlah daerah dinilai menjadi peringatan serius terhadap sistem yang digunakan pemerintah saat ini.

Dia mengatakan desakan evaluasi total ini merupakan suara bersama parlemen.

Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo

Ketua DPR RI, Puan Maharani, sebelumnya juga telah menyampaikan hal yang sama kepada publik.

"Bu Puan Maharani menyampaikan kepada publik, itu suara kita semua, bahwa DPR RI meminta supaya dilakukan evaluasi total,” kata dia.

Menurut Esti, sistem dapur besar yang saat ini digunakan masih menimbulkan banyak keraguan.

Dalam praktiknya, satu dapur bisa memasak hingga 3.000 porsi dalam waktu bersamaan.

Kondisi itu dinilai rawan karena makanan dimasak sejak dini hari dan baru dikonsumsi siang hari, sehingga berisiko menurun kualitasnya.

“Masak (untuk) 3.000 orang harus mruput tengah malam, kalau dimakan siang sudah basi. Nah, itu apakah bisa diturunkan? Tidak ditutup (dapur besar) tetap ada, tetapi mungkin perlu dicoba memasak cukup untuk kebutuhan sekolah saja,” ujarnya.

Dia turut menyoroti lemahnya prosedur evaluasi di lapangan.

Ia mencontohkan, setelah kasus keracunan di Sleman beberapa waktu lalu, dapur tetap beroperasi keesokan harinya tanpa ada penghentian sementara untuk pemeriksaan.

“Kalau sudah keracunan mestinya stop dulu, evaluasi dulu. Baru kemudian jalan lagi. Ini sekarang keracunan, besok masak lagi, tanpa peringatan apa pun. Itu catatan kami,” tegasnya.

Baca: Ganjar Dukung Gubernur Luthfi Hidupkan Jogo Tonggo

Selain masalah teknis, dia juga berpendapat program MBG  dinilai membebani anggaran daerah.

Pasalnya, daerah terpaksa mengalokasikan dana untuk antisipasi keracunan. Sebab, biaya pengobatan korban keracunan tidak ditanggung BPJS Kesehatan.

"Jadi, beberapa pemerintah daerah mengalokasikan dana antisipasi keracunan ini, itu harus mengeluarkan dana sendiri. Di Sleman, pemerintah mengeluarkan Rp45 juta, sementara Pemkab Gunungkidul sudah menyiapkan Rp100 juta dalam APBD perubahan 2025 untuk antisipasi kejadian serupa," urainya.

Quote