Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Bali, I Nyoman Parta, tegas menolak keberadaan status guru paruh waktu atau yang dikenal juga dengan istilah “R4” dalam sistem pendidikan nasional.
Menurutnya, skema ini justru menciptakan ketidakjelasan hukum, administratif, dan mengancam hak-hak dasar para guru honorer.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Ikatan Pendidikan Nusantara dan perwakilan PG PGRI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/7).
Baca: Ganjar Tegaskan Negara Tak Boleh Kalah
Nyoman Parta mengibaratkan sistem guru paruh waktu ini tak ubahnya seperti praktik outsourcing dalam dunia pendidikan.
Kalau guru diposisikan sebagai outsourcing, ini sangat berbahaya. Statusnya jadi paruh waktu, hak-haknya tidak jelas, dan kapan diberhentikan juga tidak jelas. Saya menyebut ini sebagai bentuk perbudakan modern,” tegasnya dikutip dalam unggahan video akun @bantengsenayan.
Menurut Parta, sistem tersebut tidak memberikan kepastian mengenai kontrak kerja, jam kerja, hingga hak pensiun para guru.
Ia mengingatkan bahwa profesi guru adalah pilar utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dan sudah semestinya mendapatkan status dan perlindungan yang layak.
Dalam kesempatan tersebut, Parta mendorong agar seluruh guru honorer di Indonesia segera diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), baik melalui jalur Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Baca: Ganjar Tegaskan Haul Bung Karno Padukan Semangat Spiritual
“Dalam UU ASN, tidak dikenal istilah guru paruh waktu. ASN itu hanya ada dua: PNS dan PPPK. Jadi harus jelas,” ujarnya.
Sebagai kader PDI Perjuangan, Parta menegaskan bahwa partainya solid dalam memperjuangkan nasib guru honorer di seluruh Indonesia. Ia berjanji akan terus menyuarakan penolakan terhadap segala bentuk eksploitasi dalam sistem pendidikan.
"Yang jelas, kami di PDI Perjuangan solid mendukung perjuangan guru-guru,” tutupnya.