Yogyakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi B DPRD Kota Yogyakarta Antonius Fokki Ardiyanto mensikapi kenaikan tajam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Fokki menegaskan, Wali Kota Yogyakarta tidak memperhitungkan suasana kebatinan rakyat yang sedang meningkatkan kesejahteraannya, apalagi tarif PDAM juga naik.
Baca: Presiden Liburan di Malioboro, Warga Yogyakarta Histeris
"Dan juga harus diingat, proyeksi ekonomi yang melambat salah satu akibatnya adalah masalah virus covid19 dimana Indonesia sudah terdampak dari persoalan itu," ujar Antonius.
Antonius melanjutkan, berdasarkan keterangan Kepala BPN Kota Yogyakarta bahwa Zonai Nilai Tanah yang membuat adalah Kanwil BPN DIY dan digunakan sebagai dasar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun, Pemkot menggunakan dasar ZNT ini untuk menaikkan NJOP sehingga berakibat kenaikkan luar biasa PBB tahun 2020 yang harus dibayarkan rakyat.
"Padahal UU hanya mengamanatkan bahwa dasar NJOP adalah dilihat dari nilai transaksi di wilayah tersebut, artinya kalau tidak ada transaksi maka NJOP dan PBB tidak naik. Ini yang menurut kami Walikota "ngawur" dalam menerapkan rumusan PBB tahun 2020," ujar Antonius.
Antonius melanjutkan, Zona Nilai Tanah ditetapkan Tahun 2018, dan 2019 juga ada kenaikan PBB, tetapi tidak sebesar tahun ini sehingga masyarakat memahami. Disamping itu Zona Nilai Tanah ini sudah diakui oleh BPN.
Antonius menegaskan Pemkot tidak memenuhi frasa keadilan sosial. Oleh karena itu dia meminta supaya PBB untuk tahun 2020 dikembalikan lebih dulu ke SPPT 2019 dan BPN serta Pemkot menyelesaikan Peta Bidang lebih dahulu dalam penetapan PBB.
Mekanisme keringanan yang menjadi jurus terakhir pemkot juga menurut Antonius belum jelas implementasinya di dataran teknis seperti apa. Misalnya asumsi naik 200%, lalu keringanan maksimal 75%, maka masih naik 125%.
"Untuk itu konsep keringanan ini tidak akan menyelesaikan masalah di lapangan malah mendidik rakyat untuk mengemis dan ini semakin menunjukkan watak pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat," tegas Antonius.
Antonius pun memaparkan Komisi B dan Komisi A sesuai dengan ketugasan melakukan proses pengawasan dari pelaksanaan dasar hukum yang pasti dari penggunaan dasar ZNT sebagai landasan menaikkan NJOP yang berakibat kenaikan PBB ke Kanwil BPN DIY. Kedua komisi juga melakukan pengawasan terhadap mekanisme pengajuan keringanan PBB di Pemkot.
Baca: Fokki Desak Pemkot Yogyakarta Layangkan Surat ke BKPM
Antonius juga mengingatkan, semua proses pengawasan itu diberi batas waktu sampai bulan Juni 2020. Dan apabila tidak ada kejelasan hukum tentang digunakannya ZNT sebagai dasar hukum menaikkan NJOP, maka DPRD merekomendasikan Perwal tentang Kenaikan PBB dicabut.
"Kami (DPRD) pun mempersilahkan bila masyarakat mau melakukan pembangkangan sipil dengan tidak membayar PBB atau melakukan class action terhadap keputusan walikota menaikkan PBB di Kota Yogyakarta," ujar Antonius.