Jakarta, Gesuri.id - Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengungkap, Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri memiliki usulan lain daripada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Woosh.
Hasto mengaku, dirinya menjadi saksi saat Megawati yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan itu berkali-kali menanyakan, apakah proyek kereta cepat ini benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.
Sebab, ada banyak aspek yang dinilai seharusnya lebih diutamakan, seperti pendidikan, pertanian, maupun IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi).
"Ya, kalau kita lihat kemarin kami laporkan kepada Ibu Megawati Soekarnoutri dan saya menjadi saksi bagaimana Ibu Mega berulang kali menyampaikan bahwa apakah rakyat memang memerlukan kereta api cepat tersebut?" ungkap Hasto saat berbicara kepada awak media di sela-sela Seminar Internasional Peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Perpustakaan Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11).
Baca: Ganjar Ingatkan Pemerintah Program Prioritas
"Bukankah kebutuhan-kebutuhan rakyat untuk pendidikan, bendungan-bendungan bagi para petani, kemudian menyediakan pupuk pada masa tanam itu jauh lebih penting?"
"Termasuk bagi keperluan pendidikan, kepentingan research, bagi membangun daya bangsa kita."
Hasto mengungkap, Megawati telah menyarankan, lebih baik membangun double track atau jalur ganda kereta api daripada membuat kereta cepat.
"Saat itu Ibu Mega mengusulkan daripada kereta api cepat, lebih baik untuk membangun double track kereta api," jelas Hasto.
Adapun double track atau jalur ganda adalah jalur kereta api dengan dua rel, berbeda dengan jalur tunggal yang kereta apinya dapat berbagi jalur yang sama di kedua arah.
Selain itu, kata Hasto, ada saran juga untuk mengembangkan transportasi publik di Sumatera.
"Termasuk misalnya di Sumatera itu kan perlu terobosan transportasi publik. Jadi paradigma transportasi publik bagi kepentingan publik itu jauh lebih dikedepankan," tuturnya.
Selanjutnya, Hasto juga menyinggung soal adanya perubahan regulasi terkait jaminan subsidi dari negara, sehingga kelanjutan proyek Whoosh seharusnya lebih dipertimbangkan masak-masak.
Dalam perjalanan pembangunan Whoosh, Jokowi melakukan perubahan peraturan yang mengatur tentang percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana proyek kereta cepat tersebut.
Awalnya, Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 107 Tahun 2015, di mana kesepakatan pembangunan KCJB tidak akan mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Akan tetapi, lima tahun kemudian ketentuan itu berubah.
Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana KCJB.
Dalam pasal 4 ayat 2 Perpres Nomor 93 Tahun 2021 mengatur bahwa pendanaan lainnya seperti diatur ayat 1 huruf c, dapat berupa pembiayaan dari APBN dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan proyek strategis nasional (proyek KCJB) dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal.
Baca: Ganjar Pranowo Ajak Kader Banteng NTB Perkuat Nilai Perjuangan
Menurut pasal tersebut, pembiayaan yang berasal dari APBN dilakukan dengan penyertaan modal negara (PMN) kepada pimpinan konsorsium, dan penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium.
"Saat itu, kita juga melihat ada beberapa perubahan kebijakan yang dimulai dari tidak adanya jaminan negara, kemudian berubah ternyata ada jaminan negara," tutur Hasto.
Terlepas dari sejumlah masukan dari PDIP, Hasto menyebut, keputusan untuk melanjutkan proyek pembangunan Whoosh tetap saja ada di tangan Jokowi.
Dan Jokowi terus tancap gas menggenjot proyek Whoosh hingga resmi beroperasi mulai 2 Oktober 2023.
"Tapi ketika itu Presiden Jokowi mengambil keputusan, ya tentu itu keputusan dari Presiden," ujar Hasto.

















































































