Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi XIII DPR RI, Rapidin Simbolon menyatakan keprihatinannya secara tegas atas terus berulangnya kasus intoleransi yang merusak sendi-sendi kebangsaan.
“Realita di lapangan sangat bertolak belakang dengan semangat Pancasila. Kebebasan beribadah dijamin konstitusi, tapi yang terjadi justru teror, perusakan, dan pembiaran. Pancasila hanya menjadi dokumen indah yang tidak hidup dalam tindakan,” ujarnya.
Baca: Ganjar Pranowo Ajak Kepala Daerah Praktek Pancasila
Rapidin menyoroti lemahnya penegakan hukum yang membuat pelaku-pelaku intoleransi merasa aman dan tak tersentuh hukum.
“Negara terlalu sering menyebutnya ‘kesalahpahaman’. Padahal itu bentuk pembiaran sistemik. Jika hukum tidak mampu melindungi rumah ibadah dari amukan massa, lalu apa fungsi negara ini bagi warganya ?" Tanya Rapidin.
Ia mengingatkan bahwa Indonesia bukan negara yang berpihak pada satu agama, melainkan negara hukum yang menjamin kebebasan beragama untuk semua warga tanpa kecuali.
Baca: Ganjar Harap Kepemimpinan Gibran Bisa Teruji
“Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya hiasan pidato atau spanduk Hari Kemerdekaan. Ia harus hidup, hadir, dan dirasakan oleh semua, termasuk umat minoritas yang sering menjadi korban,” tegasnya.
Rapidin menyampaikan kekecewaannya terhadap lemahnya respon pemerintah dari masa ke masa, dari era SBY, Jokowi, hingga Prabowo.
“Jika pemerintah terus gagal bersikap tegas, jangan salahkan bila rakyat kehilangan harapan pada hukum dan keadilan. Saya sudah tidak berharap banyak pada negara, biarlah hukum alam yang kelak memberi keadilannya,” pungkasnya.