Ikuti Kami

Rokhmin Berbagi Pandangan Permasalahan Bangsa dan Solusinya di Sektor Pertanian, Kelautan, Perikanan

Rektor Universitas UMMI Bogor ini juga mengisahkan perjalanan hidupnya.

Rokhmin Berbagi Pandangan Permasalahan Bangsa dan Solusinya di Sektor Pertanian, Kelautan, Perikanan
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rokhmin Dahuri.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rokhmin Dahuri, berbagi pandangan tentang permasalahan bangsa dan solusinya di sektor pertanian, kelautan, dan perikanan.

‎Tak hanya itu, dikutip pada acara "Power Breakfast Elshinta bersama Rokhmin Dahuri", Rektor Universitas UMMI Bogor ini juga mengisahkan perjalanan hidupnya, bagaimana terus berupaya menjadi pribadi yang bermanfaat bagi banyak orang.

"Saya lahir di Gebang Mekar Cirebon, ayah saya buta hurup, ibu saya kelas 1 SD, pengelola dan pedagang ikan. Saya lahir dan besar di dunia laut dan ikan. Antara SD dan SMP sebelum sekolah saya sungguh-sungguh ikut dulu bersama bapak saya almarhum Dahuri, kami nelayan tradisional," ujar Rokhmin menceritakan kisahnya, dikutip Jumat (22/8).

Kemudian ia menceritakan ketika dipanggil Presiden RI KH. Abdurrahman Wahid ( Gus Dur) sebelum melantik dirinya sebagai menteri KKP, malamnya diundang Gus Dur mengikuti perjalanan Rokhmin Dahuri, sebagai doktor kelautan lulusan universitas di Kanada, penulis di Kompas, Jakarta Pos, narasumber di TVRI. 

"Beliau mengikuti pola pikir saya menjadikan kelautan dan perikanan sebagai pergerakan ekonomi nasional. Gus Dur terkesan karena saya sebagai anak nelayan sederhana, tradisional, sehingga beliau pada waktu itu sangat berharap kehidupan nelayan sejahtera dengan adanya menteri perikanan dan kelautan tersendiri," tuturnya.

Dulu, ungkapnya, sejak zaman penjajahan bahkan zaman BJ Habibie, urusan kelautan dan perikanan dikelola oleh hanya selevel Direktorat Jenderal dibawah Departemen Pertanian. 

Penggemar olahraga badminton ini mengaku sering pulang kampung ke Cirebon. Apalagi sekarang dirinya menjadi anggota legislatif di Komisi IV sering menemui petani, nelayan, peternak di Cirebon menyerap inspirasi masyarakat. 

Rokhmin memaparkan masalah petani dan nelayan, maupun peternak, yang merupakan tiga klaster utama. Pertama, teknologi onfarm (pertanian di budidaya, bercocok tanam. Peternak di ternaknya, nelayan di teknologi penangkapan ikannya).

Masalah kedua, sistim rantai pasok, baik dari hulu seperti nelayan adanya ketersediaan BBM, alat tangkap, logistik, sedangkan petani pupuk, bibit unggul.alsintan.

Masalah ketiga, hilirnya. Yaitu industri pasca panen, industri pengolahan pertanian dan peternakan, dan marketing (pemasaran).

"Petani dan nelayan kita, sampai sekarang pun masih terjebak pada kemiskinan struktural karena sebagian besar hampir semua nelayan kecil dan tradisional pada saat membeli sarana produksi, pupuk, benih. Untk BBM jauh lebih mahal harganya daripada pabrik," ungkapnya.

Sebaliknya, lanjut Rokhmin Dahuri, ketika petani maupun nelayan menjual hasil panen padinya dan tangkapan hasil ikan harganya lebih murah daripada harga terakhir. Karena petani maupun nelayan menjual langsung ke konsumen terakhir.

"Misalnya nelayan Cirebon konsumen terakhirnya ada di Kuningan, Jakarta, Bandung melalui pedagang perantara. Disisi lain industri manufaktur dibidang agro pun masih lemah dibanding negara lain," ujarnya.

Masalah keempat, di bidang politik ekonomi pemerintah yang belum mendukung kedua sektor ini, pertanian dan perikanan. Tetapi, kabar baiknya di era pemerintahan Prabowo Subianto menempatkan swasembada pangan, energi dan air sebagai Asta Cita pertama. 

"Seharusnya para menteri, dirjen yang secara kolaboratif dengan Pak Presiden untuk mewujudkan ketahanan pangan baik disisi pertanian, holtikultura, perkebunan, peternakan seharusnya mendapat payung atau landasan hukum. Terbukti, dalam 10 bulan kepemerintahan Prabowo dilihat dari indikator sudah on the track, tinggal implementasi nya," kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.

Sebelum Presiden Abdurrahman Wahid mendirikan kementerian kelautan dan perikanan, pertama kalinya dalam sejarah NKRI pada 1999, Rokhmin Dahuri sebagai ketua kajian pesisir kelautan IPB diundang resmi oleh DPR pada 9 Juli 1999. Kemudian diundang Gus Dur untuk memaparkan potensi alasan urusan kelautan dan perikanan dikelola oleh kementerian tersendiri bukan lagi dibawah Menteri Pertanian, selevel Direktorat Jenderal.

"75 persen argumen saya adalah argumen ekonomi. Karena bangsa ini wilayahnya 70 persen berupa laut. Kita pun negara kepulauan terbesar di dunia lebih 17.000 pulau, garis pantai terpanjang kedua, dan di pesisir mengandung potensi pembangunan, ekonomi kelautan yang besar sekali," ujarnya.

Pada 2017, hasil penelitian IPB disebutkan potensi ekonomi 11 sektor kelautan Indonesia sebesar 1,348 triliun dolar AS per tahun. Sebagai catatan produk domestik bruto atau nilai ekonomi seluruh Indonesia hanya 1,3 triliun.

"Jadi ekonomi kelautan lebih besar dari ekonomi Indonesia saat ini, dan itu pertahun," kata Menteri Kelautan Perikanan 2001-2004 itu. 

Sektor-sektor tersebut meliputi perikanan tangkap, budidaya, pengolahan, bioteknologi, energi dan mineral, pariwisata bahari, perhubungan laut, industri maritim, kehutanan pesisir, dan SDA nonkonvensional. 

Menurutnya, jika 11 sektor kelautan itu dikelola dengan sains dan teknologi tepat guna yang mutakhir. Kemudian dengan manajemen rantai pasok, ia menghitung lapangan kerja sekitar 45 juta orang. Ia mengungkapkan dalam 5 tahun terakhir problem bangsa ini yang sangat mencekam dengan adanya tagar IndonesiaGelap, tagar KeluarAjaDulu karena pengangguran sangat masif. 

Industri tekstil hampir semuanya gulung tikar, "Sritex pada zaman Presiden Soeharto industri tekstil terbesar se Asia kok bisa bangkrut. Bahkan industri manufaktur lainnya sudah ada PHK, seperti otomotif," sebutnya.

Rokhmin Dahuri mengapresiasi pidato Presiden Prabowo Subianto, namun ia mempertanyakan arah mempertahankan lapangan kerja yang ada, jangan lagi ada pabrik pabrik manufaktur gulung tikar. Kemudian, kita harus punya rencana yang jelas, investasi baru melalui manufaktur baru. 

"Dari alasan itu, saya secara profesional dengan kepakaran saya yakin kalau blue ekonomi dari sektor ekonomi kelautan terutama perikanan budidaya dijadikan platform pembangunan, saya yakin sektor-sektor kelautan maupun budidaya perikanan akan menjadi penentu permainan dalam menggapai Indonesia Emas 2045. Karena pertumbuhan kita masih 5 persen, pengusaha masih meragukan," katanya.

Selanjutnya, Rokhmin Dahuri menguraikan untuk syarat menjadi negara adil dan makmur menurut hukum semua dalil ekonomi, menurut data empiris negara yang dulunya menjadi maju seperti Korea Selatan, Jepang pertumbuhannya harus diatas 7 persen pertahun.

Maka presiden Prabowo mencanangkan pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu, 8 persen pada tahun 2027, dirinya menjunjung tinggi. 

"Faktanya sekarang kurang dari 6 persen, pada triwulan 2 lalu malah hanya 4,87 persen. Ini ada stunting wrong." tegasnya.

Seharusnya sektor-sektor ekonomi kelautan atau blue ekonomi atau panasea, obat mujarab untuk menolong ekonomi bangsa ini. 

"Akuakultur perikanan budidaya bisa dilakukan di tiga habitat. Pertama, budidaya laut (marine culture), kedua di pesisir lewat tambak, lalu budidaya ikan bisa juga di perairan tawar seperti di danau, di waduk, di saluran irigasi, di sungai," terangnya.

Dari ketiga kultur itu, ia menegaskan Indonesia memiliki potensi budidaya perikanan terbesar di dunia, sekitar 100 juta ton. Sampai sekarang kita masih memproduksi budidaya perikanan baru sekitar 15 juta ton. 

"Jadi, baru 15 persen saja menempatkan Indonesia sebagai produsen budidaya perikanan terbesar kedua di dunia. Kita hanya kalah dari China produksinya 67 juta ton, kita juara kedua baru 15 juta ton, itupun 10 ton berupa rumput laut. Ini harus memicu semangat," kata Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Artinya, ruang untuk mengembangkan produktivitas, daya saing menciptakan lapangan kerja itu sangat terbuka lebar. 

Ia menjelaskan berbicara akuakultur bukan hanya untuk ikan, seperti kerapu, bandeng, nila, ikan mas, ikan patin, leke dst. Tapi juga untuk undang-undang. Menurutnya, 85 persen produksi udang Indonesia dari budidaya udang. Kemudian Moluska, terdiri kerang hijau, rumput laut, kerang mutiara dst. Tetapi ada juga tripang  sebagai vitamin, gizi (fungsional food), yang merupakan makanan menyehatkan dan mencerdaskan. 

"Dalam jangka panjang, akuakultur bukan hanya produksi protein, tetapi juga produksi karbon hidrat. Ilmu dan teknologi memungkinkan danau, laut, sungai bisa untuk budidaya pangan," terangnya.

Dalam kesempatan itu ia menegaskan konsep Trisakti Bung Karno masih sangat relevan, bagaimana kita berdaulat di bidang politik, berdikari secara ekonomi dan industri diatas kaki sendiri tidak mengandalkan asing (impor), dan berkepribadian dengan budaya sendiri.

"Kuncinya di penguasaan teknologi dan kualitas SDM yang unggul. Sayangnya walaupun anggaran pendidikan besar 10 persen, 60; persennya untuk gaji pegawai. Baik kementerian, Pemda provinsi dst," katanya.

Dosen Kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu membandingkan, misalnya perguruan tinggi terbaik di Indonesia ada 5 terdiri UI, IPB, ITB, Gajah Mada dan Unair. Sedangkan Universitas Indonesia (UI) juara satu di Indonesia, di dunia menempati peringkat ke-206. Sementara Singapura untuk dunia ranking 12, Malaysia ranking 60. Menurutnya, salah satu penyebab utamanya adalah dibiaya. Pembiayaan permahasiswa di Singapura 210 juta per semester, di Indonesia hanya 30 kita.

"Pembiayaan jomplang sekali," tandasnya.

"Kami mendorong bapak Prabowo memperbaiki sumber daya manusia dari 3 sektor. Pertama, sektor kesehatan, kedua pendidikan, ketiga riset & development. Selanjutnya pelatihan dan penyuluhan. BLK harus difungsikan jangan jadi museum, harus dibangkitkan teknologinya, pelatihnya, yang relevan dengan potensi nasional dan market dunia," imbuhnya. Yang terpenting, tegasnya, soal mentalitas melalui pendidikan agama.

Quote