Ikuti Kami

Said Ingatkan Pandemi COVID-19, RS Tak Buru Rente!

Disinyalir, sejumlah Rumah Sakit mengubah data pasien dari negatif menjadi positif COVID -19 demi mendapatkan dana klaim dari BPJS Kesehatan

Said Ingatkan Pandemi COVID-19, RS Tak Buru Rente!
Ketua banggar DPR RI MH. Said Abdullah.

Jakarta, Gesuri.id - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengigatkan Rumah Sakit tidak menjadikan layanan pandemi COVID-19 sebagai ajang pemburu rente (rent seeker) .

Disinyalir, sejumlah Rumah Sakit mengubah data pasien dari negatif menjadi positif COVID -19 demi mendapatkan dana klaim dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

“Untuk itu, saya meminta pemerintah membongkar praktek mafia rumah sakit yang memanfaatkan pandemi COVID -19 untuk mengeruk keuntungan financial,” ujar Said di Jakarta, Senin (15/3).

Said mensinyalir, pandemi COVID -19 menjadi sumber bisnis baru bagi Rumah Sakit.

Baca: Dampak Pandemi, Aria Sarankan UMKM Sesuaikan Kultur Pasar

Salah satu modus yang dilakukan yakni dengan meng- COVID -kan orang sakit yang sesungguhnya tidak terkena Covid-19.

Atau dengan lain, mengubah data pasien dari negative COVID -19 menjadi positif COVID -19.

Modus ini lanjut Said dilakukan beberapa rumah sakit demi meraup keuntungan dari dana pertanggungjawaban BPJS Kesehatan.

Namun sayangnya, dalam prakteknya masih ada rumah sakit yang memanipulasi data pasien covid ini.

“Sejak kuartal 3 tahun anggaran 2020 sampai sekarang masih banyak rumah sakit yang main-main dalam menginput data pasien. Pasien negative dimasukkan positive agar rumah sakit bisa langsung melakukan tagihan ke BPJS. Ini kan udah nggak benar,” tegasnya.

Politisi Senior PDI Perjuangan ini menegaskan, praktek nakal rumah sakit ini harus segera ditertibkan. Hal ini penting agar kerugian yang dialami masyarakat Indonesia tidak semakin meluas.

“Saya mensinyalir tidak hanya mengubah data pasien COVID -19, banyak cara dan modus dilakukan oleh berbagai rumah sakit untuk mendapatkan keuangan,” tegasnya.

Oleh karenanya, dia meminta pemerintah melakukan kontrol dan pengawasan secara ketat guna mencegah manipulasi data pasien COVID -19.

Caranya, sejak awal proses pasien masuk rumah sakit harus dikawal aparat penegak hukum (APH).

Bahkan untuk menginput data pasien COVID-19 bisa dilakukan oleh APH juga.

Hal ini penting agar tidak terjadi moral hazard dimana rumah sakit menangguk profit luar biasa karena biaya pasien positive ditanggung oleh pemerintah.

“Saya minta, rumah sakit agar jangan menjadikan COVID -19 sebagai ladang bisnis baru para pemilik layanan kesehatan,” tegasnya.

Sebenarnya kata Said, politik anggaran COVID-19 ini sangat memadai. Hal ini mengkonfirmasikan, perhatian pemerintah terhadap upaya memitigasi penyebaran COVID-19 sangat besar sekali.

Terbukti, pemerintah menaikkan anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp699,43 triliun pada 2021 atau meningkat dari alokasi tahun 2020 sebesar Rp688,33 triliun.

Dari angka tersebut, alokasi untuk anggaran bidang kesehatan sebesar Rp176,3 Triliun.

Baca: Dampak Pandemi, Eri Minta OPD Lebih Berkreasi

Anggaran ini dipergunakan untuk membiayai program vaksinasi Rp58,18 Triliun, diagnostik (testing dan tracing) Rp9,91 Triliun, therapeautic Rp61,94 Triliun, insentif pajak kesehatan Rp18,61 Triliun dan penanganan lainnya Rp27,67 triliun.

“Dengan melihat postur anggaran sektor kesehatan yang cukup besar ini, saya minta kenakalan rumah sakit ini distop,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Perekonomian ini meminta pemerintah meningkatkan mekanisme pengawasan pemanfaatan dana COVID-19.

Langkah ini dibarengi dengan pembenahan dalam tata kelola pengunaan dana COVID-19 agar benar-benar tepat sasaran.

“Untuk itu, perlu deteksi dini guna memastikan dana covid ini tidak disalahgunakan,” pungkasnya.

Quote