Pontianak, Gesuri.id - Ketegangan antara Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan dan Krisantus Kurniawan, terkait pengangkatan pejabat eselon II turut menyita perhatian publik.
Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik dan Reformasi Birokrasi DPD PDI Perjuangan Kalbar, Martinus Sudarno, menyampaikan keprihatinan mendalam dan berharap komunikasi kedua pimpinan daerah itu segera kembali cair.
Menurutnya, Kalbar membutuhkan soliditas di pucuk pemerintahan untuk menghadapi persoalan yang makin kompleks.
Sebagaimana diketahui, hubungan Ria Norsan dan Krisantus memanas setelah Wakil Gubernur mengaku tidak dilibatkan dalam proses pengisian jabatan eselon II yang dilantik hari ini, Jumat (5/12/2025).
Martinus menilai ketidakharmonisan ini berisiko besar bagi jalannya pemerintahan. Bahkan dapat memperlambat pembangunan daerah, apalagi di tengah tekanan efisiensi anggaran.
“Masyarakat menunggu pembangunan, bukan pertentangan,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa Kalbar sedang menghadapi berbagai persoalan serius, mulai dari ketimpangan pembangunan, tingginya angka kemiskinan, hingga Indeks Pembangunan Manusia yang bergerak lambat.
Dengan tantangan seberat itu, ia menilai gubernur dan wakil gubernur harus berjalan seiring, bukan membawa haluan masing-masing.
“Mereka dipilih masyarakat sebagai satu paket. Tidak baik kalau setelah menang lalu jalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Martinus menegaskan bahwa kebijakan strategis seyogianya dibahas bersama. Meski kewenangan formal berada di tangan gubernur, wagub tetap perlu dilibatkan agar tidak muncul kesan disisihkan.
“Wagub juga harus diberi ruang untuk memberi pertimbangan. Kalau komunikasi buntu, pemerintahan bisa mandek,” ucapnya.
Ia menggambarkan kondisi saat ini seperti dua nakhoda bergerak ke arah berbeda. Karena itu, Sudarno menilai konflik harus segera ditutup dengan langkah rekonsiliasi yang dimulai dari keterbukaan.
“Kalau begini terus, Kalbar yang rugi,” katanya.
Menurut Sudarno, komunikasi yang tersumbat hanya akan merusak stabilitas pemerintahan, memperlambat pembangunan, dan menurunkan kualitas pelayanan publik.
“Kalau keduanya sama-sama keras, ya selesai. Pemerintahan bisa rusak. Tidak ada jalan lain selain saling membuka diri,” lanjutnya.
Ia juga mengingatkan wagub untuk memahami peran strategisnya sebagai pendamping agar keseimbangan pemerintahan tetap terjaga. Untuk memulihkan suasana, Martinus menyarankan keduanya membangun komunikasi informal.
“Sering-seringlah ngopi. Duduk satu meja. Tukar pikiran. Kalau ada yang mengganjal, bicarakan. Jangan dipendam,” pesannya.
Di akhir, ia menekankan pentingnya penempatan pejabat eselon II yang proporsional, sesuai kompetensi, dan mencerminkan rasa keadilan publik.
“Jangan sampai muncul kesan ada kelompok yang diutamakan. Itu bisa mengusik rasa keadilan masyarakat,” tutupnya.

















































































