Ikuti Kami

Sumpah Pemuda, Basarah Harap Bonus Demografi Bukan Bencana

Basarah menyebut generasi muda Indonesia harus dipersiapkan menjadi agen perubahan dalam pembangunan nasional.

Sumpah Pemuda, Basarah Harap Bonus Demografi Bukan Bencana
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah mengajak seluruh pihak mewaspadai bonus demografi sebab kondisi ini akan dialami Indonesia pada 2045 mendatang, atau tepat 100 tahun Indonesia merdeka. Demikian dikatakannya dalam rangka memperingati 94 tahun Sumpah Pemuda.

Baca: Puan: Diplomasi Parlemen Solusi Masalah di Asia-Pasifik

Basarah menyebut generasi muda Indonesia harus dipersiapkan menjadi agen perubahan dalam pembangunan nasional. Hal ini guna menghindari bonus demografi menjadi bencana nasional.

"Untuk menghindari bencana nasional seperempat abad ke depan, saya berharap generasi muda saat ini sudah diarahkan agar terlibat aktif dalam pembangunan nasional. Tentu bukan hanya pembangunan fisik yang dimaksud dalam pembangunan nasional itu, tapi juga pembangunan mental spiritual yang di dalamnya termasuk kewajiban menjaga ideologi negara yang mempersatukan bangsa," ujar Basarah dalam keterangannya, Jumat (28/10).

Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini pun mengatakan Indonesia saat ini sudah memasuki tahap awal bonus demografi atau demographic dividend. Adapun kondisi ini dicirikan dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan usia nonproduktif.

Basarah menyebut puncak bonus demografi diperkirakan akan terjadi pada 2030. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per tahun 2020, jumlah penduduk usia produktif sebanyak 140 juta jiwa dari total 270,20 juta jiwa penduduk Indonesia.

Mengutip laporan Proyeksi Penduduk Indonesia 2015-2045 yang dilansir Kementerian PPN dan BPS, Basarah mengingatkan jumlah penduduk Indonesia diprediksi mencapai 318,96 juta jiwa pada 2045. Dari jumlah tersebut, penduduk usia produktif diperkirakan mencapai 207,99 juta jiwa.

Sementara itu, penduduk usia tidak produktif diperkirakan 110,97 juta jiwa. Jumlah ini terdiri atas 44,99 juta penduduk usia sudah tidak produktif (di atas 65 tahun) dan 65,98 juta penduduk berusia bayi sampai 14 tahun.

"Berdasarkan data tersebut bisa diprediksi dari sekarang bahwa pada tahun 2045 diperkirakan 100 penduduk usia produktif menanggung beban 54 penduduk usia tidak produktif. Jika generasi muda tidak dipersiapkan menjadi agen-agen pembangunan nasional sejak sekarang, bonus demografi bisa menjadi bencana nasional saat Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaannya," kata Basarah.

Untuk itu, Ketua DPP PDI Perjuangan ini mengajak semua pihak agar mampu mengelola dengan baik bonus demografi. Ia mengimbau agar bonus demografi dilihat sebagai berkah, bukan musibah.

"Dulu Indonesia merdeka justru berangkat dari energi besar kaum pemuda saat itu. Bung Karno, Bung Hatta, dan para syuhada bangsa lainnya adalah para pemuda di zaman mereka saat sumpah pemuda dikumandangkan dan saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan," lanjutnya.

Wakil Ketua Lakpesdam PBNU ini pun menyampaikan keprihatinan terkait hasil sejumlah lembaga survei yang menyebutkan generasi muda saat ini justru menjadi korban dan sasaran penyebaran radikalisme yang bertujuan mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Satgas Pencegahan Terorisme BNPT pun menyebutkan 47,3 persen pelaku terorisme adalah kelompok muda berusia 20-30 tahun. Pada Februari 2017, BNPT mencatat lebih dari 52 persen narapidana kasus terorisme merupakan generasi muda berusia 17 - 34 tahun.

Di samping itu, hasil survei nasional PPIM UIN Jakarta pada 2020 memperlihatkan 24,89 persen mahasiswa memiliki sikap toleransi beragama yang rendah. Temuan Lembaga survei Alvara Research bahkan menyebutkan 12,2 persen atau hampir 30 juta penduduk Indonesia masuk dalam indeks potensi terpapar radikalisme.

"Bisa dibayangkan, jika sebagian besar pemuda Indonesia terpapar radikalisme, bonus demografi bukannya menjadi berkah tapi justru menjadi ancaman untuk ideologi Pancasila sekaligus bencana untuk bangsa," paparnya.

Melihat hal ini, Doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini pun mengingatkan semua pihak terkait UU Nomor 40 Tahun 2009 2009 Tentang Kepemudaan. Dalam UU ini, disebutkan bahwa pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.

Baca: Yasonna Gandeng Ceko Perketat Keamanan Siber

Untuk itu, ia mengajak generasi muda agar menangkal dan melawan radikalisme dengan aktif menjadi bagian dari kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan di segala aspek pembangunan nasional.

"Moralitas kebangsaan itu menjadi penting karena era digital tidak hanya menawarkan sisi positif, tapi juga aspek negatif. Era ini menjadi sarang penyebaran paham transnasional, seks bebas, LGBT, penyebaran narkoba, dan tindakan lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan cita-cita para founding fathers," tutupnya.

Quote