Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI Wayan Sudirta menyampaikan kekecewaannya terhadap Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, yang tidak profesional dalam menangani kasus kematian mahasiswa Fisipol UKI, Kenzha Walewangko.
Kekecewaan itu disampaikan Wayan dalam rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR dengan jajaran Polres Jakarta Timur dan Polda Metro Jaya bersama keluarga Kenzha.
"Saya harus berani menyatakan berdasarkan hati di forum ini bukan pakai otak, kenapa? Saya dulu ikut merancang KUHAP jurusan saya hukum pidana, bagi saya kasus pembunuhan dengan saksi-saksi dan data seperti ini di mata saya ini sudah terang benderang kok, oleh karena itu kekecewaan yang amat luar biasa pada Pak Kapolres, luar biasa saya kecewa, kecewa luar biasa," kata Wayan, dikutip Minggu (4/5/2025).
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu bahkan menilai jika Nicolas mengaburkan fakta-fakta yang memberatkan pelaku.
"Kenapa Pak Kapolres terkesan mengaburkan fakta-fakta yang memberatkan pelaku," ucapnya.
Wayan justru memuji kerja Propam Polda Metro Jaya yang berinisiatif mencari tahu ihwal matinya Kenzha. Apalagi, kata dia, dari informasi atau laporan awal yang dilakukan otoritas kampus UKI sudah jelas ditegaskan bahwa terjadi tindak penganiayaan dan pengeroyokan.
"Bukan kah kasus ini dimulai dari petunjuk ada cek-cok, cek-cok lalu ada orang terkapar dibawa ke rumah sakit, tahap berikutnya apa otoritas UKI melapor, apa laporannya? Bisa dilihat ada penganiayaan, bayangkan ketua otorita itu bukan orang sembarangan, karena dia dapat laporan dari Kurniawan, sekuriti yang mengoordinir teman-teman lainnya pada waktu itu," jelasnya.
"Penganiayaan tidak cukup, pengeroyokan, dan kelalaian. Mohon maaf apa berani Pak Napitupulu ini mempertaruhkan jabatannya, melapor ada penganiayaan, melapor ada pengeroyokan, kalau enggak terbukti fitnah," sambungnya.
Maka itu, Wayan menyesalkan 'sempitnya' logika Kapolres Nicolas dalam merespons laporan pihak otoritas kampus yang menyebut adanya pengeroyokan dan penganiayaan dalam insiden tewasnya Kenzha di lingkungan kampus UKI.
"Jika Kurniawan berbohong maka hati-hati sebab darimana datangnya terminologi penganiayaan dan pengeroyokan yang disampaikan Pak Napitupulu kalau bukan dari Kurniawan, karena Napitupulu tidak ada di tempat pada saat itu, karena itu pelajaran saya di bidang hukum pidana mohon tidak dikecewakan dengan cara membiarkan orang meninggal dunia tapi tidak ditemukan pelakunya," ungkapnya.
Tak hanya itu, Wayan juga mengutip catatan Propam Polda Metro Jaya terkait kronologi tewasnya Kenzha. Dalam catatan itu, disebutkan bahwa ketika Kenzha mulai menggoyangkan pagar, mahasiswa UKI yang lain bernama Thomas, Gery, dan Delon datang kemudian mengayunkan tangan untuk memukul korban.
"Ketika mulai ada penggoyangan pagar, Thomas datang, Geri datang, Delon datang, cek cok, dikuatkan oleh dua orang saksi minimal Tomas mengayunkan tangannya, ini kata siapa, saya ambil aja dari Propam," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa adanya upaya pemukulan dari keterangan saksi bernama Steven. Sekalipun dari kesaksiannya, Steven mengaku tidak melihat jelas pemukulan itu mengenai Kenzha atau tidak.
"Yang kedua, yaitu dinyatakan oleh Steven, memang ada orang mengayunkan tangan tanpa tujuan? Dan kalau dikaitkan dengan keterangan Eliza sudah jelas ini, Geri memukul pada bagian wajah, ini bukan kata saya, kutipan dari Propam, Thomas menendang pada bagian punggung sebanyak 1 kali, membenturkan kepala korban sebanyak tiga kali," pungkasnya.
Sumber: www.viva.co.id