Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi B DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Yan Kurnia Kustanto, mengungkap sejumlah persoalan mendasar di sektor pertanian di DIY yang dinilai berpotensi mengancam agenda swasembada pangan, mulai dari persoalan ketersediaan air yang belum memadai dan belum optimalnya kinerja penyuluh pertanian.
Ia menyampaikan hasil kunjungan kerja di wilayah Sleman dan Gunungkidul. Di Sleman banyak saluran irigasi tersier yang mampet karena sendimen dan rusak. Akibatnya banyak lahan sawah tidak digarap. Di Gunungkidul yang mengandalkan tadah hujan semestinya ada fasilitasi bak tampung untuk meningkatkan produksi.
"Kami butuh penjelasan terkait tenaga Pelaksana Penyuluh Lapangan (PPL) hama. Laporan yang kami terima, jumlahnya tidak berbanding lurus dengan luas lahan pertanian,” tegas Yan Kurnia Kustanto dalam Rapat Kerja Komisi B DPRD DIY dengan Dinas Pertanian dam Ketahanan Pangan DIY, Kamis 14 November 2025.
Baca: Ganjar Pranowo Tekankan Pentingnya Kritik
Menurutnya, beban kerja PPL yang tidak seimbang membuat kinerjanya kurang optimal. Ia mendorong pemerintah daerah menghitung ulang kebutuhan tenaga penyuluh berdasarkan data luas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DIY itu mendesak Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melakukan koordinasi lintas sektor untuk mengatasi kebutuhan bak tampung di wilayah Gunungkidul dan perbaikan saluran irigasi rusak di Sleman.
"Urusan air ini memang bukan semata-mata kewenangan Dinas Pertanian, infrastruktur ada di PU, termasuk BBWSSO di beberapa wilayah di Sleman. Kalau masih jalan sendiri-sendiri ini sulit menjawab kebutuhan petani," ujarnya.

Selain itu, Yan Kurnia Kustanto mengutarakan pentingnya upaya evaluasi menyeluruh terhadap kebutuhan penyuluh, alokasi pupuk, dan kebutuhan air, hingga arah kebijakan pertanian jangka panjang.
Ia menyarankan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY menggalakkan pelatihan pembuatan pupuk alami. Upaya untuk menguatkan posisi petani mandiri pupuk dan mengembalikan kesuburan tanah.
“Petani masih kesulitan mendapatkan pupuk. Kuota subsidi yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok tani di lapangan,” ungkapnya.
Baca: Ganjar Minta Dana Pemda yang Mengendap
Dalam kesempatan itu, Yan Kurnia juga meminta penjelasan terkait program Lumbung Mataraman. Program ketahanan di DIY yang dijalankan sejak tahun 2017. Ia menilai, implementasi program tersebut di lapangan belum mencerminkan konsep pertanian berkelanjutan sebagaimana diharapkan.
“Saya menemukan konsepnya hanya seperti bagi-bagi program kecil, sekitar Rp 300 juta. Padahal, kami berharap Lumbung Mataraman bisa menjadi model pertanian terpadu berkelanjutan dengan luas minimal satu hektar,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Aris Eko Nugroho, menyampaikan terima kasih atas sejumlah masukan yang telah disampaikan. Ia memastikan akan terus mengambil langkah koordinatif lintas sektor.
Terkait dengan program Lumbung Mataraman ia menjelaskan bahwa konsep awalnya memang pertanian terpadu. Kalau program yang jalan masih kecil, baik dari anggaran atau lahannya, itu baru program rintisan.

















































































