Jakarta, Gesuri.id – Aktivis 98 sekaligus Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Ansy Lema, mempertanyakan logika di balik wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. Ia menilai, rezim Orde Baru adalah bentuk kekuasaan absolut yang berlangsung selama 32 tahun tanpa kontrol, dan karena itu tidak pantas disebut kepahlawanan.
“Bayangkan, 32 tahun tanpa kontrol. Tanpa KPK, tanpa pers yang bebas, tanpa mekanisme demokrasi. Itu bukan kepahlawanan, itu personifikasi kekuasaan,” tegas Ansy dalam diskusi publik “Soeharto Bukan Pahlawan” di Jakarta, Rabu (5/11).
Ansy membandingkan dengan situasi politik hari ini yang lebih terbuka. “Sekarang anggota DPR dikritik, tunjangan disorot, dana reses dipertanyakan — itu wajar. Tapi 32 tahun dulu, tidak ada yang bisa protes. Semua dibungkam, semua takut,” ujarnya.
Ia menilai, masyarakat hari ini cenderung lupa betapa gelapnya masa Orde Baru yang menumpuk kekuasaan dan menindas kebebasan rakyat. “Kalau 10 tahun saja anak presiden bisa kaya raya, bagaimana dengan 32 tahun kekuasaan yang tidak dikontrol siapa pun?” sindir Ansy.
Menurutnya, Soeharto bukan hanya mewariskan infrastruktur, tetapi juga sistem yang mengakar dalam bentuk pelanggaran HAM, pembungkaman demokrasi, dan korupsi sistemik. “Itu kejahatan kemanusiaan dan kejahatan demokrasi. Bagaimana mungkin kita memaafkan itu dan bahkan menjadikannya pahlawan?” katanya tegas.
Ansy mengingatkan, generasi muda harus memahami sejarah secara utuh agar tidak terjebak glorifikasi masa lalu yang kelam. “Wacana Soeharto sebagai pahlawan adalah bentuk amnesia sejarah. Kalau kita biarkan, maka kejahatan yang dulu terjadi bisa dianggap normal lagi,” pungkasnya.
















































































